Mengapa uang seperti fatamorgana? Kita sering melihat uang (peluang) tapi ternyata semu, seperti fatamorgana, seolah-olah kita melihat oase tapi hanya pantulan sinar matahari.
1. Dasarnya uang bukan ambisi.
Ambisi lah yang membutakan kita. Seperti melihat makanan, semua terlihat nikmat. Hidup itu melihat dunia seperti showroom atau etalase, semuanya indah, karena keinginan Anda. Kenyataannya, sepatu memiliki expired date, 2 tahun. Jadi ketika stok sepatu berumur 1,5 tahun didiskon 70%. Kita melihatnya langsung tertarik.
2. Kita hidup selalu terjerat reward system.
Setiap langkah kita mengejar reward. Berapa gaji di sana? Oh 2x lipat. Kita langsung tertarik. Jadi kenyataan hidup ditutupi oleh reward. Tapi aslinya tidak kelihatan.
Coba kita pikir. Mengapa perusahaan selalu memberi reward yang selalu untuk dihabiskan. Misalnya, insentif, tiket, hotel, atau makan malam. Tidak ada bonus berupa rumah, atau saham. Karena ya itulah sifatnya reward, setelah 10-20 tahun otak kita diselimuti reward.
Uang itu seperti buah. Kita makan mangga, jambu, pepaya. Tapi kita sulit menjadi kaya. Karena kita hanya mau buahnya. Owner perusahaan melihat pohonnya. Maka dia selalu membuat karyawan bahkan direktur diiming-imingi buah terus.
Untuk mengerti pohonnya, kita tidak bisa menggunakan ambisi. Kita harus kenyang dulu, baru paham. Kita bisa melihat pohonnya dengan empati. Yaitu mengerti kehendak orang lain.
Masalahnya, pohonnya itu tidak terukur uang. Ukuran parameternya non-uang. Kalau kita punya pohonnya, otomatis buahnya akan panen.
Demikian seterusnya. Kita lebih memilih membeli mobil daripada mencicil KPR tetapi aset kendaraan nilainya menurun sedangkan rumah harganya cenderung naik.
Banyak yang tetap tidak meyakini bahwa nilai kesetiaan, pengorbanan, keihklasan, keinginan untuk menolong nilainya lebih tinggi daripada sekedar mencari peluang baru.
Penulis:
Goenardjoadi Goenawan
Konsultan dan motivator tentang paradigma baru tentang uang. Penulis 10 buku manajemen, termasuk "Rahasia Kaya, Jangan Cintai Uang" dan "Relationship Ikatan Pemekaran Berkah" yang segera terbit. Email: goenardjoadi @ gmail.com