Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang telah menumbuhkan budaya anti gratifikasi di internal lembaga tersebut.
Sari Anggraeni, Fungsional Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, mengatakan BPJS Kesehatan agar menginformasikan secara luas mengenai penerapan budaya anti gratifikasi, terutama kepada seluruh rekanannya.
“Budaya ini harus disampaikan, terutama kepada para vendor dan diingatkan agar meraka jangan coba-coba memberikan gratifikasi ke pihak BPJS,” katanya pada acara Gathering Rekanan BPJS Kesehatan 2017 di Jakarta, Rabu (3/5/2017).
Sesuai undang-undang, gratifikasi a.l. seperti pemberian uang, pinjaman tanpa bunga dalah tindak pidana
Dia menjelaskan gratifikasi menurut undang-undang tindak pidana korupsi antara lain pemberian uang, barang, rabat/diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, dan pengobatan cuma-cuma.
Adapun gratifikasi itu, imbuhnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Sementara itu Mira Anggraeni, Direktur SDM dan Umum BPJS Kesehatan, mengatakan pihaknya selalu mengedepankan prinsip good governance antara lain keterbukaan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan prediktabilitas.
Baca Juga
“Salah satu komitmen kami mengelola good governance itu diwujudkan melalui pelaksanaan pengadaan barang dan jasa melalui sistem online yang disebut Integrated Management Asset and Procurement System/IMAPS,” ujarnya.
Dia menjelaskan pemanfaatan sistem IMAPS selain memudahkan proses pengadaan barang dan jasa, juga dapat mengurangi pertemuan secara langsung antara user, pelaksanaan pengadaan, dan vendor.
Dengan mengurangi pertemuan antar pihak terkait itu, lanjutnya, sehingga dapat mencegah terjadinya praktik yang mengarah pada tindak korupsi, kolusi dan nepotisme.
Mira mengungkapkan hingga April 2017 tercata sekitar 500 rekanan atau vendor telah berstatus aktif sebagai Daftar Rekanan Terseleksi (DRT), sementara ada 200 rekanan masih berstatus verifikasi.