Bisnis.com, JAKARTA - Premi restrukturisasi masih terus dalam kajian, industri perbankan sempat mengaku keberatan dengan adanya tambahan premi tersebut. Adapun, dalam halalbihalal antara Lembaga Penjamin Simpanan hari ini, Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan memaparkan alasan adanya premi restrukturisasi perbankan (PRP) tersebut.
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan pun menuturkan, latar belakang diadakannya PRP ini adalah hasil dari diskusi undang-undang (UU) Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Saat itu ada dua kubu, pertama, kelompok yang tetap mengharapkan APBN dibuka untuk restrukturisasi bank dan kedua, kelompok yang ingin keran APBN ditutup untuk penyelematan bank,” tuturnya.
Fauzi menceritakan, akhirnya yang menang ada kubu kedua sehingga premi restrukturisasi harus dilakukan di luar dari premi penjaminan LPS yang sebesar 0,2% dari total DPK.
Adapun, deadline penentuan premi PRP sudah melewati tenggat pada April 2017 kemarin. Meskipun begitu, pengkajian premi PRP akan terus dilanjutkan hingga menemui titik terang.
Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan, tidak ada deadline tambahan untuk penentuan premi PRP. Pihaknya bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus mengkaji sampai rampung.
LPS pun sudah mengajukan besaran premi PRPnya yakni, 0,005% dari total dana pihak ketiga (DPK) perbankan, tetapi angka itu masih bisa berubah sesuai hasil kajian ke depannya.