Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investasi Dinfra, Asuransi Nilai Tenor dan Imbal Hasil Belum Sesuai

Tenor yang terlalu panjang dan imbal hasil yang tidak sesuai dinilai menjadi salah satu kendala bagi asuransi jiwa dalam memanfaatkan dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif atau Dinfra sebagai salah satu alternatif instrumen investasi.
Ilustrasi./.Bisnis.com
Ilustrasi./.Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Tenor yang terlalu panjang dan imbal hasil yang tidak sesuai dinilai menjadi salah satu kendala bagi asuransi jiwa dalam memanfaatkan dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif atau Dinfra sebagai salah satu alternatif instrumen investasi.

Plt. Direktur Utama PT BNI Life Insurance Geger N Maulana mengatakan tenor dan imbal hasil instrumen anyar tersebut kurang sesuai, khususnya dengan produk-produk asuransi jiwa.

"Terutama untuk back up aset atas produk unit-linked," ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (4/5/2018).

Kendati begitu, Geger menilai potensi pemanfaatan Dinfra sebagai salah satu pilihan investasi masih terbuka.

"Sepanjang tenor dan returnnya match dengan life insurance product, peminat thd Dinfra akan besar sekali," ungkapnya.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan pihaknya menetapkan Peraturan OJK No. 52/POJK.04/2017 tentang Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif sebagai salah satu solusi untuk membantu mengatasi problem pendanaan dalam pembangan infrastruktur nasional. Melalui Dinfra, jelasnya, perusahaan pelat merah yang mengembangkan proyek infrastruktur dapat memanfaatkan alternatif pembiayaan dari pasar modal, di samping penerbitan saham dan obligasi.

Sementara itu, jelasnya, bagi para investor, otoritas menghadirkan pilihan baru untuk berinvestasi. Oleh karena itu, dia mengatakan pihaknya menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Dana Investasi Infrastruktur: Regulasi, Karakteristik dan Potensi, Kamis (3/5/2018).

“Khususnya perusahaan asuransi dan dana pensiun, untuk menjadikan Dinfra sebagai salah satu pilihan berinvestasi,” ungkapnya di sela-sela FGD.

Hoesen menjelaskan Dinfra merupakan salah satu produk investasi yang digunakan untuk menghimpun dana dari investor dan selanjutnya diinvestasikan kepada aset infrastruktur. Aset infrastruktur itu dapat berupa aset secara fisik maupun efek ekuitas dan hutang yang diterbitkan oleh perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur.

Dia menuturkan Thailand sebelumnya telah sukses memanfaatkan infrastructure fundtersebut. Produk itu, ujarnya, telah berhasil mengumpulkan dana sebesar 66 miliar baht atau setara dengan Rp29 triliun untuk mendanai pembangunan kereta mass rapid transit atau MRT di Bangkok.

“Kami sangat berharap Dinfra juga bisa sukses di Indonesia sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk berbagai pembangunan infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.”

Sebagai informasi, POJK No. 52/POJK.04/2017 diterbitkan pada 20 Juli tahun lalu. Dengan instrumen anyar ini, manajer investasi bisa menghimpun dana dari investor untuk diinvestasikan pada aset infrastruktur.

Adapun, porsi investasi di aset infrastruktur minimal 51% dari nilai aktiva bersih (NAB). Sisanya, maksimal 49%, bisa ditempatkan di instrumen pasar uang atau efek dalam negeri.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper