Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan menargetkan rasio kredit macet bermasalah atau nonperforming loan (NPL) industri financial technology (fintech) pinjaman langsung tunai atau peer-to-peer lending (p2p lending) pada akhir tahun ini berada di bawah level 1%.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengemukakan NPL industri fintech p2p lending per April 2018 mencapai 0,53%. Dia memperkirakan per Mei 2018, NPL terus menurun ke angka 0,4%.
"Kalau di atas 1% kami akan panggil merek [pelaku fintech], harus di bawah 1%," katanya di Jakarta, Senin (4/6/2018) malam.
Dia menjelaskan, NPL finetch lending pada Januari lalu berada di atas 1%, namun berhasil ditekan menjadi 0,53% pada April 2018. Hal itu disebabkan oleh cara kerja artificial intelligence (AI) yang digunakan oleh fintech lending untuk menyetujui permohonan pinjaman.
"Ingat, yang melakukan analisis kredit ini bukan manusia tetapi mesin. Jadi ketika [borrower] orang pertama, orang kedua masuk, bagian awal di tingkat NPL-nya tinggi, karena dengan begitu mesinnya bisa belajar dari kesalahan," jelasnya.
Jika sampai akhir tahun NPL fintech lending kembali melambung di atas 1%, maka patut dipertanyakan sistem manajemen risiko yang dijalankan dengan menggunakan teknologi tersebut.
Hendrikus melanjutkan, untuk menjaga NPL berada di bawah 1%, pihaknya tengah menjalankan pilot project sebuah sistem yang mampu menghubungkan pelaku industri dengan OJK secara real time. Sehingga pengawasannya pun bisa dilakukan setiap saat.
"Kami sedang ada pilot project host to host, artinya fintech peer-to-peer lending ini servernya ditaruh di OJK, dan kita monitor online, sehingga laporan bukan lagi tiap bulan, tetapi per detik bisa lihat," jelasnya.