Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia masih menunggu laporan permintaan pemeriksaan audit investigasi kepada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Sekretaris Jenderal BPK RI Bahtiar Arif, menerangkan hingga saat ini pihaknya belum menerima permintaan audit investigasi dari Jiwasraya.
Dia menambahkan permintaan pemeriksaan audit investigasi hanya dapat diajukan oleh instansi terkait dalam hal ini PT Asuransi Jiwasraya bukan Kementerian BUMN.
Merujuk pada Undang-undang no.15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan, lanjutnya, audit investigasi baru dapat dilakukan jika terdapat indikasi kerugian negara yang berasal dari hasil analisis pemeriksaan, permintaan dari instansi terkait ataupun informasi pengaduan yang cukup kuat.
"Tidak ada permintaan pemeriksaan [audit investigasi Jiwasraya] ke BPK," kata Bachtiar kepada Bisnis, Senin (15/10/2018).
Bahtiar menerangkan sesuai UU no.15 tahun 2006 pula, BPK memiliki wewenang melakukan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu di antaranya pemeriksaan investigatif.
Pemeriksaan investigatif dilakukan apabila ada indikasi kerugian negara yaitu berkurangnya uang, surat berharga, barang secara jelas dan pasti akibat perbuatan melawan hukum, baik disengaja maupun lalai.
Adapun mengenai perintah investigasi terhadap investasi PT Asuransi Jiwasraya, BPK RI tidak bisa melakukan tanpa ada laporan ataupun permintaan pemeriksaan langsung dari instansi terkait.
"Jika Kementerian BUMN ingin melakukan audit maka, sebaiknya memerintahkan pengawas intern mereka," ujarnya.
Asuransi Jiwasraya menunda pembayaran polis JS Proteksi Plan, salah satu produk bancassurance yang dijual perseroan, dengan total nilai Rp802 miliar. Nilai tersebut tersebar di 711 polis yang disalurkan melalui tujuh bank mitra bancassurance yakni Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria Internasional, Bank ANZ Indonesia, Bank QNB Indonesia, Bank Rakyat Indonesia dan Bank Tabungan Negara.