Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam regulasi ini mulai berlaku 1 Januari 2026.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan salah satu ketentuan yang diatur di dalam SE ini adalah produk asuransi kesehatan wajib memiliki fitur pembagian risiko atau co-payment.
"Dalam SEOJK diatur fitur produk asuransi kesehatan harus memiliki skema co-payment layanan rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit," kata Ogi dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Mei 2025, Senin (2/6/2025).
SEOJK tersebut mengatur bahwa produk asuransi kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung pemegang polis paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum sebesar Rp300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan maksimum sebesar Rp3 juta per pengajuan klaim untuk rawat inap.
Ketentuan di dalam regulasi baru ini juga memberikan ruang bagi perusahaan asuransi untuk dapat menerapkan batas maksimum yang lebih tinggi sepanjang ada kesepakatan antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis atau tertanggung.
Adapun skema co-payment tersebut hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity) dan produk asuransi kesehatan dengan skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care).
Baca Juga
Fitur co-payment bagi skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care) mulai diberlakukan untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Produk asuransi kesehatan indemnity adalah penggantian biaya perawatan medis dengan maksimum penggantian yang ditagihkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan dibayarkan oleh perusahaan asuransi dengan plafon yang telah ditetapkan dalam polis asuransi.
Sedangkan produk asuransi kesehatan managed care adalah pelayanan kesehatan dengan rujukan berjenjang dan terstruktur sesuai dengan kebutuhan medis yang dimulai dari fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan dasar/umum, hingga fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan spesialis dan subspesialis.
Adapun dalam SE OJK ini juga diatur bahwa fitur co-payment ini dikecualikan untuk produk asuransi mikro. Produk asuransi mikro adalah produk asuransi yang didesain untuk memberikan pelindungan atas risiko keuangan yang dihadapi oleh masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan rendah.
Ogi menjelaskan salah satu yang melatarbelakangi penerbitan SEOJK asuransi kesehatan ini adalah untuk mendorong efisiensi biaya kesehatan yang terus meningkat seiring dengan inflasi medis yang lebih tinggi dari inflasi umum.
"Efisiensi ini diharapkan dapat memitigasi dampak inflasi medis dalam jangka panjang sehingga biaya kesehatan dapat dibiayai bersama, baik melalui skema penjaminan nasional maupun skema asuransi komersial," tandasnya.
Selain mewajibkan fitur co-payment, SEOJK 7/2025 juga mewajibkan perusahaan asuransi yang menjual produk asuransi kesehatan memiliki sistem informasi yang memadai dengan salah satu kriterianya adalah perusahaan asuransi dapat menyediakan layanan digital.
Sementara dari sisi sumber daya manusia, perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi kesehatan wajib memiliki Dewan Penasihat Medis atau Medical Advisory Board (DPM/MAB).
Menurut Ogi, standar yang diminta tersebut bertujuan untuk pembenahan dan perbaikan ekosistem asuransi kesehatan dengan praktik pengelolaan risiko yang lebih baik.
"Hal ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan data digital kesehatan atas efektivitas dan efisiensi layanan medis yang diberikan, serta pembentukan MAB yang memberikan masukan dari sisi medis atas layanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan," pungkasnya.