Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rapor Cuan Bank Jumbo per April 2025: BBCA Pimpin Pertumbuhan, BBRI Lesu

Sektor perbankan akan diuntungkan secara struktural dari penurunan suku bunga, terutama yang fokus pada ekspansi kredit konsumtif dan produktif.
Nasabah melakukan transaksi melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM) PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) di Jakarta, Kamis (5/1/2023). /Bisnis-Fanny Kusumawardhani
Nasabah melakukan transaksi melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM) PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) di Jakarta, Kamis (5/1/2023). /Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Bank jumbo mencatatkan kinerja laba beragam dalam empat bulan pertama 2025 atau per April 2025.

Dalam hal ini, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) masih memimpin pertumbuhan dengan mencatatkan kinerja moncer, sementara laba PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) lesu.

Berdasarkan laporan keuangannya, BBCA mencatatkan laba bersih sebesar Rp20,21 triliun sampai dengan April 2025, meningkat 17,4% secara tahunan (Year-on-Year/YoY) dari Rp17,21 triliun per April 2024. 

Pertumbuhan laba bank milik Grup Djarum itu ditopang oleh peningkatan pendapatan bunga bersih yang mencapai Rp26,26 triliun, naik 6,6% dibandingkan April 2024 yang tercatat Rp24,64 triliun. 

Berbeda dengan BBCA, laba bank jumbo milik negara atau bank BUMN tercatat lesu. BBRI mencatatkan laba bersih sebesar Rp15 triliun dalam empat bulan 2025, turun 15,77% YoY, dibandingkan Rp17,81 triliun per April 2024. Adapun penurunan laba BBRI seiring dengan penyusutan pendapatan bunga bersih 0,99% YoY menjadi Rp36,63 triliun per April 2025.

Adapun, PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) mencatatkan laba bersih sebesar Rp15,18 triliun per April 2025, naik tipis 0,77% (YoY) dibandingkan dengan Rp15,07 triliun per April 2025. Pertumbuhan laba BMRI didorong oleh pendapatan bunga bersih sebesar Rp25,41 triliun per April 2025, naik 5,57% YoY.

Selanjutnya, PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) mencatatkan kinerja laba yang naik tipis 0,11%YoY menjadi Rp6,87 triliun per April 2025, dibandingkan Rp6,86 triliun per April 2024. Pendapatan bunga bersih BBNI mencapai Rp12,63 triliun per April 2025, naik 3,49% YoY.

Tahun ini, sejumlah bank jumbo pun berlomba untuk mengungkit kinerja bisnisnya di tengah berbagai tantangan. Sekretaris Perusahaan BRI Agustya Hendy Bernadi mengatakan, perseroan menjalankan strategi pertumbuhan secara terukur dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian di tengah dinamika eksternal maupun domestik yang masih perlu dicermati.

"BRI tetap menjalankan strategi pertumbuhan yang terukur dan prudent. Fokus utama kami adalah menjaga kualitas aset, memperkuat struktur pendanaan melalui penghimpunan dana murah [current account saving account/CASA], serta mendorong pertumbuhan kredit yang selaras dengan kebutuhan sektor riil, khususnya UMKM,” kata Hendy pada beberapa waktu lalu.

Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menyatakan Bank Mandiri terus memperkuat komitmen untuk menjaga pertumbuhan bisnis yang sehat. Akselerasi dalam memperkuat ekosistem wholesale dan perluasan penyaluran kredit berkelanjutan menjadi langkah utama perseroan dalam menjaga kontribusi yang merata terhadap pertumbuhan ekonomi regional di seluruh wilayah Indonesia.

"Kami berkomitmen untuk menjaga kinerja tetap sehat, memperluas kolaborasi dengan berbagai pihak, dan mengoptimalkan ekspansi bisnis di seluruh wilayah,” ujar Darmawan.

KATALIS GERAK SAHAM BANK JUMBO (BBCA, BMRI, BBNI)

Di tengah catatan kinerja labanya, saham BBCA dan BMRI masih lesu. Harga saham BBCA masih di zona merah, turun 2,84% sepanjang tahun berjalan (year-to-date/YtD) atau sejak perdagangan perdana 2025 ke level Rp9.400 per lembar pada Rabu (28/5/2025). Saham BMRI pun turun 7,02%YtD ke level Rp5.300 per lembar.

Berbeda dengan saham BBRI dan BBNI yang telah mencatatkan kinerja saham yang menguat. Harga saham BBRI telah di zona hijau, naik 9,7% YtD ke level Rp4.450. Lalu, harga saham BBNI naik 3,22% YtD ke level Rp4.490.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, kinerja saham bank jumbo pada awal 2025 dipengaruhi oleh masih tingginya suku bunga acuan yang kemudian menekan biaya dana atau cost of fund perbankan.

Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuannya 25 basis poin ke level 5,50% berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 20—21 Mei 2025. Penurunan suku bunga acuan telah diapresiasi oleh pelaku pasar. Menurutnya, penurunan suku bunga acuan merupakan momentum tepat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Secara umum, penurunan suku bunga acuan memberikan benefit penurunan biaya pinjaman. Sektor perbankan tentu mendapatkan dorongan," ujar Nafan.

Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus juga mengatakan penurunan suku bunga acuan BI akan memberikan dampak positif bagi pasar saham, terutama saham perbankan. Terlebih lagi, di tengah situasi dan kondisi saat ini, di mana perlambatan ekonomi terjadi di Indonesia. 

"Oleh sebab itu, dibutuhkan dorongan kebijakan dari Bank Indonesia dengan memangkas tingkat suku bunganya," kata Nico.

Dengan pemangkasan tingkat suku bunga acuan, maka akan mendorong daya beli dan konsumsi. Selain itu, penurunan suku bunga acuan akan meningkatkan pinjaman serta diharapkan dapat mengakselerasi perekonomian. 

"Dengan pemangkasan tingkat suku bunga, pasar saham akan mengalami kenaikkan secara harga karena akan mendorong investasi ke aset-aset yang berisiko," tutur Nico.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper