Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Minta LBH Buka Identitas dan Bukti Pelanggaran Fintech

Otoritas Jasa Keuangan meminta organisasi masyarakat untuk melengkapi data dan bukti pelanggaran fintech agar dapat ditindaklanjuti dengan tegas.
Ilustrasi/channelasia
Ilustrasi/channelasia

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan meminta organisasi masyarakat untuk melengkapi data dan bukti pelanggaran fintech agar dapat ditindaklanjuti dengan tegas.

Direktur Perizinan, Pengaturan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan bahwa otoritas memerlukan bukti kuat untuk menindak suatu pelanggaran.

“Kalau Anda ingin kami sebagai regulator bertindak tegas, tolong kami dibantu dengan memberi data. Namun, kalau mengadu tapi tidak memberi data, saya jadi bertanya, Anda ini kepentingannya untuk melindungi konsumen atau ada kepentingan yang lain,” tuturnya, Jumat (14/12/2018).

Belum lama ini Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta melaporkan terdapat 25 penyelenggara terdaftar yang melakukan praktik buruk dalam bisnis P2P lending.

Terkait hal tersebut Hendrikus mengakui sudah banyak aduan dari organisasi masyarakat seperti lembaga bantuan hukum (LBH) terkait peer-to-peer (P2P) lending.

“Namun, yang membawa alat bukti ke saya tidak ada, yang kami temukan masih katanya. Ini teknologi handphone. Bisa tidak saya diyakinkan bahwa yang mengirim [penagihan] dari penyelenggara ini,” katanya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, LBH Jakarta secara tegas mengatakan belum bisa membuka identitas 25 penyelenggara tersebut dengan dalih menjaga kerahasiaan data pribadi nasabah.

“Kami belum bisa memberikan data tersebut, alasannya pada form pinjaman online, kami menjelaskan kepada para pelapor bahwa data korban akan kami rahasiakan,” kata Pengacara Publik Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta Jenny Silvia Sari Sirait.

Bukti laporan, menurut Jeanny, merupakan materi pengaduan yang tidak bisa disebarluaskan dengan bebas. “Kalau kami memberi data, kami harus izin dengan pelapor karena kalau demikian kami juga berpotensi menyebarkan data pribadi,” tambahnya.

Dia mengatakan akan segera mempublikasikan identitas 25 penyelenggara tersebut secara terbuka dalam beberapa hari ke depan.

“[Masalahnya] bukan hanya yang terdaftar, tetapi juga yang tidak terdaftar. Ini semua menjadi tanggung jawab OJK. Kita tidak bisa bicara soal yang terdaftar atau tidak terdaftar. Sepanjang itu layanan jasa keuangan, itu menjadi tanggung jawab OJK,” ungkapnya.

Menurutnya, UU OJK menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan pada kegiatan di sektor jasa keuangan perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Namun, pernyataan tersebut bertentangan dengan OJK yang menyatakan bahwa pengawasan fintech ilegal dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi yang terdiri dari OJK, Bareskrim, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan lainnya.

"Yang ilegal ke Satgas Waspada Investasi," kata Hendrikus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper