Bisnis.com, JAKARTA— Kalangan milenial kelas menengah boleh dibilang menghabiskan banyak waktu di coffe shop, bioskop, traveling, sampai dengan kecanduan gawai karena aplikasi film ataupun musik.
Melihat fenomena tersebut, perencana keuangan OneShildt Budi Raharjo mengatakan gaya hidup tersebut sangat lumrah di kalangan milenial. Menurutnya, rata-rata tingkat penghasilan awal karir mereka lebih tinggi dan memiliki pendidikan yang lebih tinggi.
“Sehingga memiliki disposable income [sisa penghasilan di luar kebutuhan dasar] yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya,” kata Budi kepada Bisnis, Selasa (8/1/2019).
Tak hanya itu, dia menilai generasi milenial mengalami pergeseran prioritas keuangan. Mereka milihat pengalaman jauh lebih penting dari pada kepemilikan aset di usia muda. Sedangkan generasi sebelumnya menganggap gaya milenial cenderung konsumtif.
Derasnya arus informasi di media sosial, lanjutnya, menjadi salah satu faktor yang memengaruhi gaya hidup milenial itu. Tak hanya itu, menurutnya milenial juga memiliki karakter yang jauh lebih berani mencoba hal baru. Apalagi, milenial memiliki banyak pilihan dan penawaran produk dan jasa untuk berbagai gaya hidup.
Kendati begitu, dia mengatakan alasan kurangnya pengetahuan dalam pengelolaan keuangan yang baik sejak usia muda, dapat memengaruhi munculnya gaya hidup itu.
Idealnya, lanjut Budi, gaya hidup juga harus mempertimbangkan kapasitas keuangan terlebih dahulu. “Apabila penghasilan masih UMP maka sebaiknya pengeluaran yang sifatnya tersier seperti gaya hidup dan travelling dihindari. Akan lebih baik jika pengeluaran tersebut baru dilakukan apabila penghasilan sudah lebih dari 2 kali UMP,” lanjutnya.
Apabila ingin liburan, alokasi untuk rekreasi dapat dibatasi maksimal sekitar 5-8% penghasilan setahun. Kemudian untuk nongkrong dan nonton film dapat dibatasi sekitar 1-2 kali per bulan.