Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan disinyalir masih akan memperbesar porsi penempatan dananya dalam surat berharga, yang statusnya menjadi dana menganggur alias tidak produktif disalurkan untuk kredit. Padahal pasar likuiditas diperkirakan masih mengetat pada tahun ini.
Akan tetapi, kalangan perbankan menilai penempatan dana pada instrumen surat berharga tetap dibutuhkan sebagai strategi pengelolaan likuiditas untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat.
Berdasarkan data OJK, dalam tiga tahun terakhir penempatan dana perbankan di surat berharga terus meningkat. Pada 2015 dana yang tercatat masuk ke dalam surat berharga mengambil porsi 11% dari total penempatan dana perbankan. Selanjutnya pada 2016 meningkat menjadi 13%, dan 2017 kembali naik ke 14,4%.
Sementara hingga Oktober 2018 regulator mencatat dana bank yang mengendap pada instrumen ini mengambil porsi 13,2% dari seluruh penempatan dana perbankan. Sebagai gambaran, nilai penempatan dana di surat berharga itu mencapai Rp1.026,15 triliun pada periode itu mengutip data OJK.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Haru Koesmahargyo mengatakan tahun ini proyeksi penempatan dana pada surat berharga akan meningkat hingga 10% seimbang dengan peningkatan modal. Sementara pada tahun lalu kondisi likuiditas yang mengetat membuat penurunan penempatan dana pada surat berharga.
"Tahun lalu diperkirakan single digit pertumbuhannya, menurun dari tahun-tahun sebelumnya mengingat kondisi likuiditas yang ketat. Tetapi tahun ini kami proyeksi bisa kembali mencapai 10%," katanya kepada Bisnis, belum lama ini.
Adapun per November penempatan dana bank wong cilik yang berada di surat berharga tercatat sebesar Rp179,22 triliun.
Direktur Treasuri dan Internasional PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Rico Rizal Budidarmo menilai penempatan dana pada surat berharga masih akan menjadi satu bentuk pengelolaan likuiditas. Ke depan BNI akan meningkatkan penempatan dana pada area tersebut jika likuiditas sudah cukup untuk memenuhi ekspansi kredit.
Per November dana bank dengan kode 46 ini tercatat Rp102,74 triliun yang ada di surat berharga. Angka tersebut naik sekitar 3% secara tahunan.
Sementara itu, Direktur Keuangan PT Bank Central Asia Tbk. Vera Eve Lim mengatakan pengelolaan likuiditas BCA ke depan diproyeksi tidak akan berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Surat berharga pun masih menjadi satu alokasi yang akan dituju.
Tahun ini BCA mematok pertumbuhan kredit dan DPK sebesar 8%-10%. Sementara penempatan dana pada surat berharga tidak akan mematok pertumbuhan melainkan bergantung pada penyaluran kredit serta manajemen likuiditasnya.
Per Oktober, BCA mencatat dana yang diletakkan dalam surat berharga mencapai Rp129 triliun. Menurut perseroan, meski menurun dari tahun lalu yang Rp131 triliun, tetapi dinilai masih relatif stabil.
Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk. Parwati Surjaudaja memproyeksi penempatan dana NISP dalam surat berharga akan bertumbuh 5%-10% yoy. Adapun tahun lalu total dana NISP yang ditempatkan dalam surat berharga sekitar Rp32 triliun.
"Perkiraan kami penempatan dana di surat berharga akan tumbuh 5% hingga 10% yoy di 2019 seiring dengan target pertumbuhan kredit yang masih sekitar 11%," katanya kepada Bisnis, Selasa (8/1/2019).
Sementara itu, Direktur Finance and Treasury PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Iman Nugroho Soeko mengatakan tahun ini perseroan masih akan melihat kondisi likuiditas yang belum tersalurkan lewat kredit.
Baca Juga
Menurutnya, selama likuiditas dancredit line tersedia tentu surat berharga akan dibeli tetapi tetap berdasarkan kriteria risk return yang memadai. Pasalnya, bank yang fokus pada penyaluran KPR ini mematok pertumbuhan kredit yang cukup besar tahun ini yakni sebesar 15% yoy.
"Kami akan lebih menjga likuiditas bank agar tidak ketat. Hal ini dengan DPK yang ditargetkan tumbuh 15% yoy dan wholesale sebesar Rp14 triliun," ujarnya.
Mengutip laporan keuangan BTN per November 2018, penempatan dana ke surat berharga perseroan sebesar Rp12,75 triliun. Nilai ini turun 0,06% yoy dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp13,66 triliun.