Bisnis.com, JAKARTA — Bank milik asing dan campuran dalam 3 tahun terakhir mencatatkan penurunan kinerja cukup signifikan. Hal itu berbanding terbalik dengan bank milik pemodal lokal yang membukukan pencapaian positif.
Namun, hal tersebut tidak menyurutkan investor dari negara lain untuk meningkatkan porsi kepemilikan di industri perbankan dalam negeri.
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, nilai saham sektor perbankan, yang siap ditransaksikan, milik investor asing naik signifikan sepanjang 2 tahun terakhir. Pada tahun lalu, kepemilikan sebesar 73,66%, sedangkan sisanya pemain lokal.
KSEI mencatat pada 2016 porsi investor lokal sempat melesat hingga menjadi 56,57%. ”Ini [2016] bukan karena lokal berbondong beli, tapi karena tax amnesty itu menarik dana kembali ke sini,” kata Direktur KSEI Alec Syafruddin kepada Bisnis, belum lama ini.
Hal tersebut sejalan dengan strategi bank milik Jepang dan Korea Selatan yang mengakuisisi satu atau dua bank dan kemudian dilebur menjadi satu perusahaan. Aksi korporasi banyak terjadi selama 2—3 tahun terakhir.
Direktur Group Risiko dan Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto mengatakan bahwa kepemilikan asing di sektor perbankan bukan hal baru.
Pasca-krisis moneter 1998, sejumlah bank yang masuk dalam catatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dibeli oleh entitas asing. Namun, pemain asing di Indonesia semakin beragam, seperti belakangan investor Korea Selatan menambah daftar pemodal yang berminat terhadap industri perbankan dalam negeri.
Secara umum, Doddy menilai, sejak 15 tahun terakhir, secara total aset perbankan yang dikuasai asing tidak banyak bergerak. “Selama 15 tahun terakhir itu, rasanya tidak banyak perubahan [aset] bank publik yang dikuasai asing. Dulu sekitar 40%, berarti sekarang 45%.”
Kendati bergerak naik, bank milik pemodal asing belum mampu mencetak kinerja sebaik bank besar milik lokal. Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank asing dan campuran per Oktober 2018, mencatat penurunan laba bersih.
Hal itu kontras dengan kondisi industri perbankan yang justru mencatatkan pertumbuhan laba dua digit pada periode yang sama. Bank pelat merah membukukan kenaikan tertinggi, atau 14,2% secara tahunan (year-on-year/yoy).