Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menjelaskan turunnya hasil investasi industri asuransi jiwa tahun lalu tidak berhubungan dengan metode penjualan single premium di sejumlah perusahaan asuransi.
Dia mengatakan single premi sejatinya adalah produk yang umum dijual. "Tidak ada masalah dengan single premi, asalkan dikelola dengan tetap mengedepankan GCG dan risk management," kata Togar kepada Bisnis, Sabtu (16/2/2019).
Togar menuturkan persoalan bukan di single atau reguler premium, tetapi pada besaran interest yang dijanjikan.
Togar menuturkan, bila besaran interest yang dijanjikan lebih besar dari return investasi underlying aset, maka akan timbul permasalahan.
"Harus dipahami bahwa pengelola investasi untuk produk single premium, haruslah personel yang mumpuni, terampil dan pandai membaca arah pasar modal," kata Togar.
Togar menyarankan untuk produk single premium sebaiknya tidak menjanjikan tingkat interest berlebihan mengingat pasar modal punya siklus yang tidak mungkin selalu bullish.
Bullish adalah adalah suatu kondisi dimana pasar saham sedang mengalami tren naik atau menguat.
"Kami sangat senang kalau seandainya banyak perusahaan asuransi jiwa lebih menekankan dan memperbanyak produk-produk dengan premi reguler. Kalau istilah kami, produk tersebut dagingnya lebih banyak," kata Togar.
Togar melihat gejolak pasar modal pada 2018 disebabkan oleh situasi eksternal. Pada 2019, menurut Togar, pasar saham diawali dengan suasana yang sangat positif dan optimis, bahkan diprediksi oleh para ahli IHSG akan mencapai 7000.
Dia menerangkan meski 2019 sebagai tahun pemilu, namun dia memprediksi kondisi pasar saham tidak berbeda dengan periode-periode pemilu sebelumnya yang menunjukkan fakta adanya kenaikan signifikan besaran IHSG.
"Memang masih ada pesimisme sehubungan dengan CAD Indonesia yang melebar, tapi kami percaya pemerintah bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan akan dapat menekan impor dan menaikan ekspor," kata Togar.