Bisnis.com, JAKARTA – Segmen penerima bantuan iuran atau PBI dinilai sudah saatnya diterapkan pada program jaminan sosial ketenagakerjaan yang dijalankan BPJS Ketenagakerjaan guna meningkatkan tingkat kepesertaan dan memberikan keadilan bagi pekerja informal yang masih tergolong prasejahtera.
Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch, mengatakan Undang-undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional memang mengamanatkan bahwa PBI untuk pertama kali hanya ada pada program jaminan kesehatan nasional atau JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Kendati begitu, Timboel mengatakan sudah seharusnya hal yang sama diterapkan pada BPJS Ketenagakerjaan, khususnya untuk program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKm)
“Untuk menunjang kepesertaan wajib dan ini memang hak konstitusional kepada seluruh pekerja. Saat ini belum ada dan masih terus diwacanakan,” ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (26/6/2019).
Timboel mengatakan hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi legislator. Pasalnya, para pekerja informal, seperti buruh tani, nelayan, dan pedagang asongan, membutuhkan proteksi tersebut.
Para pekerja informal tersebut dinilai juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Tapi, kalau berbicara soal perlindungan, mereka tidak diakomodir. Harusnya DPR mendorong PBI untuk BPJS Ketenagakerjaan.”
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Senin (24/6/2019), Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E. Ilyas Lubis juga telah menyampaikan hal serupa. Menurutnya, penerapan skema bantuan dana untuk PBI sudah perlu direalisasikan untuk membantu para pekerja yang tidak mampu.
“Ini perlu juga didorong agar nelayan dan petani yang tidak mampu membayar iuran bisa tetap menjadi angota BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Hingga saat ini, BPJS Ketenagakerjaan mencatatkan tingkat kepesertaan mencapai 56,3% dari total pekerja di Indonesia. Capaian itu telah melampaui target yang ditetapkan pemerintah dalam peta jalan yang hingga akhir 2021 dipatok 51% dari total pekerja.
Namun, dia mengatakan capaian itu juga dihadapkan pada tantangan bahwa masih banyak peserta yang keluar dari program yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan, baik lantaran bentuk hubungan kerja berupa kontrak, maupun sifat pekerjaan.