Bisnis.com, JAKARTA – BPJS Watch menyoroti efisiensi anggaran Kementerian Kesehatan dapat berdampak pada pencabutan subsidi iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp7.000, yang selama ini dibayarkan untuk peserta mandiri kelas III.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan dari total efisiensi anggaran Kementerian Kesehatan sebesar Rp19,63 triliun, terpantau alokasi Rp2,5 triliun yang sebelumnya diperuntukkan untuk pembayaran subsidi iuran peserta mandiri kelas III termasuk di dalamnya.
"Sekarang ini dicabut. Kalau dicabut, berarti iuran BPJS jadi Rp42.000. Dengan iuran Rp35.000 saja banyak yang menunggak, apalagi nanti naik Rp42.000. Kecuali iuran tetap Rp35.000, tapi BPJS Kesehatan yang rugi [menanggung]," kata Timboel kepada Bisnis, Senin (10/2/2025).
Timboel mengatakan selama ini, peserta mandiri kelas III BPJS Kesehatan hanya membayar Rp35.000 per bulan, dari iuran sebenarnya sebesar Rp42.000, karena disubsidi pemerintah sebesar Rp7.000.
Sementara itu, meskipun anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dipangkas, Timboel menegaskan bahwa hal ini tidak akan berdampak pada peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah pusat.
"Kalau yang Rp19,63 triliun, itu kan alokasi [efisiensi] yang dikenakan ke Kemenkes. Kemenkes kan [pagu 2025] Rp105,76 triliun, Rp46 triliun itu untuk PBI. PBI ini tidak diotak-atik," jelasnya.
Baca Juga
Tidak hanya peserta mandiri kelas III yang terdampak, Timboel mengatakan bahwa efisiensi anggaran kementerian/lembaga dalam tahun anggaran 2025 juga berimbas pada peserta JKN segmen PBI daerah (PBI APBD).
Hal ini disebabkan oleh efisiensi anggaran Kementerian Keuangan, yang juga berdampak pada efisiensi transfer ke daerah. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025, efisiensi transfer ke daerah dikenakan untuk Dana Otonomi Khusus. Sebagai contoh, Dana Otonomi Khusus untuk Papua dan Aceh berkurang menjadi Rp14,51 triliun dari rencana awal Rp17,52 triliun.
"Itu pemda-pemda juga kan berpotensi menurunkan jumlah masyarakat miskin yang dilindungi, yang dibantu iuran Rp42.000. Dari sisi BPJS Kesehatan, akan semakin banyak orang yang tidak aktif, artinya menunggak," tegas Timboel.
Dengan kondisi tersebut, Timboel menyarankan BPJS Kesehatan untuk merespons dengan meningkatkan kepesertaan dari segmen Pekerja Penerima Upah (PPU). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan iuran sekaligus memastikan ketahanan dana BPJS Kesehatan.
"Survei Kesehatan Indonesia 2023 bilang, 35% PBI baik pusat maupun daerah itu diisi pekerja swasta. Misalnya dilakukan cleansing data, Kemensos melakukan cleansing data memastikan 35% pegawai swasta PBI dikeluarkan dan dia jadi PPU," pungkasnya.