Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan sebesar 100 basis poin. Namun, kebijakan ini dinilai belum cukup efektif karena pemerintah agresif menerbitkan surat utang.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan Bank Indonesia sepanjang 2019 lalu sudah memangkas suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate hingga level 5 persen. Namun, kebijakan tersebut tidak disertai dengan penyesuaian bunga kredit bank, yang dinilai cenderung lambat menyesuaikan.
Menurutnya, jika dilihat akar masalah adalah pada perebutan likuiditas antara pemerintah dan bank. Hal itu lantaran pemerintah yang masih menerbitkan instrumen Surat Berharga Negara (SBN) di dalam negeri. Hal ini pun menarik dana deposito perbankan.
"Jadi, terjadi fenomena crowding out effect. Ini artinya pemerintah masih memiliki ego untk menerbitkan instrumen SBN di dalam negeri dan menarik dana deposito bank," katanya kepada Bisnis, Kamis (30/1/2020).
Selain itu, konsolidasi bank juga berjalan lambat karena kurangnya insentif fiskal dan non fiskal dari pemerintah maupun OJK.
Bahkan, hingga saat ini, batasan minimum wajib 20 persen penyaluran kredit bank ke UMKM juga belum direvisi. Pasalnya tidak semua Bank memiliki segmen UMKM, karena terdapat bank yang khusus menyasar pasar korporasi.
Baca Juga
"Sebaiknya ada penyesuaian regulasi baru yang menjadi titik tengah kepentingan mendorong UMKM skaligus memajukan bisnis bank," katanya.