Bisnis.com, JAKARTA -- Industri perbankan tetap selektif dalam menyalurkan pinjaman ke industri tekstil dan produk tekstil (TPT) meskipun saat ini produsen alat pelindung diri (APD) dan masker mengalami tekanan arus kas.
Beberapa perusahaan TPT melakukan peralihan lini produksi ke APD dan masker. Meskipun melalukan peralihan lini produksi, nyatanya industri tersebut tetap tidak dapat menutupi kontraksi pasar.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit ke industri pengolahan pada Januari 2020 adalah sebesar Rp891,89 triliun atau naik 2,62 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu (year on year/yoy).
Berdasarkan Survei Perbankan Indonesia, permintaan kredit baru untuk industri pengolahan mengalami pertumbuhan melambat yang terlihat dari saldo bersih tertimbang (SBT) yang sebesar 14,6 persen pada kuartal I/2020. Nilai itu lebih rendah dari perolehan SBT kuartal I/2019 yang sebesar 26 persen.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan pihaknya tidak mengubah strategi target nasabah hingga saat ini. Adapun sejak lama, Maybank memang tidak fokus menyalurkan pembiayan ke sektor tekstil.
Menurutnya, meskipun produsen tekstil mengeluhkan tekanan arus kas, kondisi tersebut dialami hampir semua sektor. Bahkan, kondisi tersebut dinilai merata dialami sejumlah industri lainnya.
"Maybank tidak merubah strategi target nasabah hingga saat ini. Tidak hanya industri tekstil yang mengalami tekanan arus kas saat ini, tetapi hampir merata di banyak industri lain," katanya kepada Bisnis, Jumat (17/4/2020).
Menurutnya, fokus perbankan saat ini adalah melakukan relaksasi beban pembayaran utang debitur sesuai arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, pembiayaan ke sektor tekstil tetap memungkinkan dilakukan, tergantung dari analisa kredit masing-masing bank.
"Mungkin saja [dilakukan penyaluran pembiayaan], selama debitur dipandang masih dapat beroperasi baik saat ini dan setelah pandemi. Ini tentu bergantung analisa kredit masing-masing bank atas kondisi debiturnya," katanya.
Direktur Pemasaran BPD DIY Raden Agus Trimurjanto mengatakan dalam kondisi saat ini pihaknya sangat selektif memberikan kredit. Pasalnya, BPD DIY sedang berkonsentrasi menengani nasabah yang terdampak tidak bisa membayar.
"Dalam memberikan kredit selalu berpedoman pada prudential banking yang salah satunya memuat kecukupan arus kas untuk membayar pinjaman," sebutnya.
Head of Corporate Secretary Division Bank BJB Widi Hartoto mengatakan saat ini bank memang masih menyalurkan pembiayaan ke sektor tekstil. Meskipun, penyaluran kredit tetap dilakukan secara selektif.
Pasalnya, saat ini kondisi ekonomi mengalami sejumlah tekanan. Tekanan tidak hanya datang dari Covid-19, tetapi juga nilai tukar yang pengaruhnya sangat besar bagi industri tersebut.
"Untuk sektor tekstil kita ada penyaluran kesana, tetapi selektif ya karena banyak tekanannya," katanya.
Dia mengakui di tengah kondisi saat ini para pengusaha tekstil yang biasanya memproduksi produk pakaian beralih dengan memproduksi APD. Sejumlah debitur UMKM binaan Bank BJB ada yang melakukan peralihan tersebut.
Hanya saja, meskipun produksi APD sangat dibutuhkan, penyaluran kredit ke sektor tersebut tidak mengalami perubahan. Prosedur penyaluran kredit untuk sektor tekstil masih sama.
"Untuk kemudahan prosedur sama saja," katanya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan selama ini bank-bank secara individual memang masih menyalurkan kredit ke sektor tekstil. Beberapa perusahaan tekstil bahkan menjadi nasabah utama bank.
Piter menilai potensi di sektor tekstil masih sangat baik walaupun sering disebut sebagai sunset industry.
"Kondisi itu hanya terjadi pada perusahaan-perusahaan tertentu yang tidak melakukan perencanaan alat-alat produksi. Di luar itu, masih banyak perusahaan tekstil yang mampu bersaing dengan industri serupa di luar negeri," katanya.
Menurutnya, dengan kondisi tersebut, bank masih memungkinkan untuk membiayai sektor tekstil. Bahkan di tengah pandemi COVID-19. Hanya saja, analis yang sangat hati-hati perlu dilakukan bank di tengah wabah saat ini.
"Bank kan sangat selektif, sementara nasabah potensial di sektor ini tidak banyak dan umumnya sudah dilayani oleh bank lain," katanya.
Sebelumnya, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) menyatakan produksi alat pelindung diri dan masker terancam berhenti dalam waktu dekat karena arus kas pabrikan produsen saat ini dalam tekanan berat.
Utilitas pabrikan tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional saat ini berada di level 30 persen dan akan turun ke posisi 20 persen pada bulan depan. Asosiasi menilai peralihan lini produksi ke produksi alat pelindung diri (APD) dan masker tidak dapat menutupi kontraksi pasar.
"Untuk saat ini [produksi APD dan masker] masih aman. [Akan tetapi,] beberapa pabrikan ada yang sudah bicara [hanya mampu menjaga kelangsungan produksi APD dan masker] sampai Juni 2020," kata Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasta kepada Bisnis, Kamis (16/4/2020).