Bisnis.com, JAKARTA — Tahun ini, bisnis perbankan dihadapkan pada melemahnya permintaan kredit masyarakat sebagai dampak pandemi virus corona. Meski demikian, perbankan tetap optimistis mencari celah untuk dapat meningkatkan portofolio kredit.
Hingga kuartal I/2020, penyaluran kredit perbankan tetap bertumbuh 1,69 persen dibandingkan posisi akhir 2019, menjadi senilai Rp5.712,04 triliun. Dari angka tersebut, porsi kredit yang disalurkan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mencapai Rp2.469,32 triliun.
Nilai itu tumbuh 11,03 persen pada kuartal I/2020 dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menyalurkan kredit senilai Rp884,27 triliun pada kuartal I/2020 atau tumbuh 9,38 persen secara year-on-year (yoy). Artinya, dari jumlah penyaluran tersebut, porsi BRI mencapai 15,48 persen.
Nasabah berada di dekat logo PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta./Bisnis-Himawan L Nugraha
Baca Juga
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan perseroan berupaya menjaga keberlanjutan bisnis dengan tetap mendorong pertumbuhan kredit. Meskipun demikian, BRI akan tetap selektif menyalurkan kredit, salah satunya dengan memilih sektor pangan.
Menurutnya, dari data yang ada, konsumsi pangan di Indonesia memang terlhat turun selama pandemi Covid-19 berlangsung. Namun, penurunan tersebut diyakini hanya terjadi dari segi nilai tetapi volume kebutuhan pangan tetap atau tidak mungkin menurun.
"Karena krisis kita tetap butuh makan, saya yakini yang turun itu nilainya karena orang tidak lagi makan di hotel atau restoran. Volume yang dimakan tidak akan turun," ujarnya, Jumat (15/5/2020).
Adapun PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. membukukan kredit senilai Rp253,252 miliar selama kuartal I/2020, atau tumbuh 4,59 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dari penyaluran kredit tersebut, porsi kredit KPR Subsidi menjadi yang terbesar dan mampu naik 10,4 persen menjadi Rp100,672 miliar.
Padahal, indeks penjualan properti nasional mengalami pertumbuhan negatif. Pertumbuhan KPR nasional cenderung menurun, dengan realisasi per Februari 2020 hanya tumbuh 7,5 persen yoy atau lebih rendah dibandingkan Desember 2019, yang sebesar 8 persen secara tahunan.
Direktur Utama BTN Pahala Nugraha Mansury menuturkan pertumbuhan KPR subsidi tersebut didukung oleh peningkatan alokasi KPR subsidi pemerintah senilai Rp1,5 triliun selama 2020, menjadi 337.500 unit. Alokasi KPR subsidi awalnya hanya untuk 102.500 unit.
Per Maret 2020, BTN telah merealisasikan KPR subsidi untuk 27.200 unit. Bahkan, pada April 2020, perseroan masih menyalurkan KPR subsidi senilai Rp400 miliar dan KPR non subsidi Rp700 miliar.
Namun, Pahala mengakui penyaluran KPR memang mengalami perlambatan dibandingkan periode sebelumnya. Hanya saja, perseroan tetap optimistis untuk menyalurkan KPR dengan nilai antara Rp20 triliun-Rp22 triliun setelah mendaparkan tambahan kuota KPR subsidi sebanyak 146.000 unit.
Foto udara perumahan di kawasan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (7/4/2020)./Bisnis-Rachman
Bank BTN berharap penyaluran KPR baru tersebut akan meningkatkan permodalan. Hingga kuartal I/2020, posisi Capital Adequacy Ratio (CAR) perseroan berada di angka 18,7 persen dan diharapkan bisa naik sebesar kuang lebih 6,06 persen.
"Kami harapkan dengan adanya pertumbuhan KPR subsidi, dengan adanya penambahan profit dari penyaluran ini, akan menaikkan modal kami pada akhir tahun," ucapnya.
Di sisi lain, dengan hanya mengandalkan KPR subsidi, BTN memproyeksi pertumbuhan kredit bakal terkoreksi menjadi 2-3 persen pada 2020, dari target sebelumnya yang sebesar 9,5 persen. Alasannya, penyaluran KPR non subdisi dipastikan flat.
Di luar bank pelat merah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja menyampaikan pihaknya masih menyalurkan kredit untuk industri tekstil dan sektor farmasi yang memproduksi vitamin.
Dia menegaskan BCA akan terus mendorong fungsi intermediasi dengan menyalurkan kredit. Meskipun saat ini permintaan kredit lesu, diyakini dalam waktu mendatang permintaan kredit pasti akan bertumbuh dari sejumlah sektor misalnya yang terkait dengan PT PLN (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk., pabrik obat, maupun produsen vitamin.
"Untuk yang bagus-bagus seperti food, packaging, logistic company bisa diberi kredit," ungkap Jahja.
Revisi Kajian Bisnis
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengemukakan revisi pertumbuhan kredit masih perlu menunggu semester I/2020 berakhir. Bank harus melakukan kajian rencana bisnis selama satu semester untuk menuntukan target angka yang bisa direvisi.
Meski pertumbuhan kredit pada tahun ini dipastikan menurun dari target semula, tapi OJK menyatakan pemerintah sudah mulai memberikan stimulus modal kerja bagi pelaku usaha. Langkah ini diharapkan mampu merangsang pertumbuhan kredit.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memberikan kata sambutan pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2019 dan Arahan Presiden RI di Jakarta, Jumat (11/1/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat
"Arahnya menurun [pertumbuhan kredit], tetapi ini justru ada stimulus modal kerja dijamin oleh pemerintah dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Kalau tidak diberikan modal kerja, usaha tidak bisa hidup lagi," sebutnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Perbanas Institute Piter Abdullah mengatakan permintaan kredit masih terjadi di banyak sektor. Namun, jumlahnya dipastikan menurun dan digunakan untuk kebutuhan likuiditas debitur seperti membayar cicilan.
Dia menilai perbankan harus ekstra hati-hati dalam mengevaluasi kelayakan kredit. Apalagi, saat ini, fokus perbankan lebih ke menjaga kesehatan kredit yang sedang berjalan.
"Sekarang ini fokus perbankan seharusnya mengamankan kredit yang sedang berjalan, bukan kredit baru," ujar Piter.