Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menyayangkan salah satu lembaga negara yang mempublikasikan audit terhadap pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada industri perbankan.
Dalam publikasi hasil audit tersebut, disebutkan 7 nama bank yang pengawasannya masih lemah. Menurutnya, memang publikasi hasil audit merupakan kewenangan lembaga negara tersebut, tetapi perlu dipikirkan dampak ke bank-bank itu sendiri.
"Kondisi yang dihadapi Bank Bukopin, ini tidak bebas dari dampak yang disampaikan oleh lembaga negara tersebut. Saya yakin ada korelasinya," ujarnya dalam diskusi Kesehatan Bank dan Isu Politik di Tengah Pandemi, Kamis (2/7/2020).
Piter menyampaikan industri perbankan harus dijaga karena peran yang sangat dominan dalam perekonomian nasional. Industri ini diibaratkan sebagai jantung dalam tubuh, sehingga harus dijaga jangan sampai sakit.
"Walaupun lembaga negara punya informasi salah satu bank sakit, tetapi bukan berarti bisa disampaikan ke publik karena dampaknya bisa negatif ke bank yang bersangkutan dan sistem bank keseluruhan," jelasnya.
Mengenai permasalahan yang dihadapi Bukopin saat ini, Piter berpendapatan solusi yang ditawarkan oleh bank asing, tidak boleh dilewatkan untuk menjaga kesehatan bank ini.
Menurutnya, saat ini yang menjadi prioritas bukanlah masalah asing dan nonasing, tetapi keselamatan bank.
"Enggak boleh asing dan nonasing, tetapi persoalan menyelamatkan bank dulu, ini prioritas utama," kata Piter.
Pada Selasa (5/5/2020), BPK menyoroti masalah pengawasan bank oleh OJK dalam IHPS II/2019. Ada tujuh bank yang disebutkan dalam audit tersebut, yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., PT Bank Yudha Bhakti Tbk., di PT Bank Mayapada Tbk., PT Bank Mayapada Tbk., PT Bank Papua, PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk., PT Bukopin Tbk., dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Beragam masalah yang disoroti pada tiap individu perbankan. Mulai dari penggunaan fasilitas kredit modal kerja debitur, permasalahan hapus buku kredit, penetapan kelulusan penilaian kemampuan dan kepatutan seorang direksi.
Selain itu, ada masalah agunan transaksi terkait dengan aliran dana dari rekening debitur menjadi deposito, perubahan tingkat kolektabilitas kredit, koreksi atas kredit bermasalah, penilaian cadangan kerugian penurunan nilai, kewajiban penyediaan modal minimum dan lain sebagainya.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyebutkan langkah pemeriksaan terhadap kinerja OJK sekaligus penyebutan nama entitas bank tersebut telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Menurutnya, pemeriksaan tugas pengawasan OJK terhadap bank umum tidak membatasi kewenangan BPK untuk mengungkap hasilnya ke publik.
"Namanya juga pemeriksaan, yang diperiksa jelas. Kami periksa sesuatu, periksa OJK dan di dalam banknya itu sampel yang kami soroti proses pengawasan, sehingga kami ungkap. OJK silakan menindaklanjuti," katanya, dalam konferensi pers BPK secara live streaming, Senin (11/5/2020).
Firman menyebutkan pihaknya pun menyadari ada beberapa catatan yang sudah ditindaklanjuti oleh OJK terutama pada Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III.
"Di beberapa bank, sudah ada progres, tetapi akan terus kami pantau karena bagian yang tidak terpisah dari pengawasan kami," imbuhnya.