Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Populasi Muslim Indonesia Besar, Tapi Literasi Keuangan Syariah Minim

Tingkat literasi keuangan syariah yang masih rendah berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa Indonesia memiliki populasi muslim yang besar. Wah, kenapa bisa ya?
Ilustrasi lembaga keuangan syariah./Istimewa
Ilustrasi lembaga keuangan syariah./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Literasi keuangan syariah masih jauh tertinggal dibandingkan dengan keuangan konvensional meskipun telah terjadi peningkatan.

Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS Sutan Emir Hidayat memerinci data OJK yang menyebutkan literasi keuangan syariah hanya meningkat dari 8,1 persen pada 2018 menjadi 8,93 persen. Sementara itu, literasi keuangan konvensional mampu meningkat lebih signifikan dari 29,5 persen pada 2018 menjadi 37,72 persen pada 2019.

Saat ini pihaknya sedang melakukan kompetisi brand ekonomi syariah yang diharapkan bisa meningkatkan literasinya menjadi 25 persen pada 2021 dan 50 persen pada 2024.

"Literasi keuangan syariah naik sedikit pada 2019 dari 8,1 persen jadi 8,93 persen, artinya hanya 9 orang yang well literated dengan keuangan syariah, konvensional capai 38 persen," katanya dalam webinar, Rabu (16/9/2020).

Sementara itu, data terbaru Bank Indonesia, menunjukkan ada sebanyak ada sebanyak 16,2 persen masyarakat yang masuk kategori well literate, sebanyak 27,2 persen suffient literate, 32,5 persen less literate, dan 24,1 persen masuk katagori not literate.

"Artinya dari 100 orang Indonesia, baru 16 orang yang memahami dengan baik dan 84 orang tidak memahami, padahal muslim di Indonesia cukup besar. Ini kan tidak ekslusif, harusnya 85 persen sampai 87 persen umat muslim Indonesia mengakui ekonomi syariah," katanya.

Menurutnya, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa Indonesia memiliki populasi muslim yang besar. Selain itu, keuangan syariah juga tidak ekslusif melainkan lebih bersifat inklusif sehingga seharusnya lebih mudah diaplikasikan.

"Ada juga yang salah pahami ekonomi keuangan syariah, sehingga jadi bumerang ada kampanye anti syariah," sebutnya.

Direktur Pemantauan Program dan Kinerja Kementerian Keuangan Gandy Setiawan mengatakan ekonomi syariah belum menjadi gerakan nasional sehingga pertumbuhan literasinya tidak signfikan. Selain itu, keuangan dan ekonomi syariah juga dinilai rumit untuk diaplikasikan sehingga hanya dimanfaatkan sebagai langkah kedua setelah konvensional.

"Masyarakat yang terbiasa dengan konvensional merasa mudah dan menguntungkan sehingga untuk ke ekonomi dan keuangan syariah butuh waktu, peran pemangku kepentingan penting untuk dorong percepatan ekonomi syariah lebih cepat jadi inklusi benar-benar terwujud," sebutnya.

Kepala Grup Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Prijono mengatakan keterlibatan semua pihak diperlukan dalam mengaplikasikan ekonomi dan keuangan syariah. Selain itu, pemahaman masyarakat menjadi faktor penting lainnya untuk mendorong literasi keuangan syariah.

"Kami tidak henti lakukan sosialisasi dan edukasi untuk masyarkat supaya bisa memahami," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper