Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saat Ekonomi Resesi, Simak Tips Investasi Berikut Ini

Sejumlah ahli investasi mengatakan bahwa penempatan dana pada instrumen di pasar keuangan seperti saham, surat utang, maupun deposito masih layak dilakukan saat ekonomi dilanda resesi.
Karyawati menghitung uang rupiah dan dollar AS di salah satu bank di Jakarta, Kamis (10/9/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati menghitung uang rupiah dan dollar AS di salah satu bank di Jakarta, Kamis (10/9/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi “resesi” membuat masyarakat was-was. Kekhawatiran utama terletak pada ketercukupan dana di masa depan.

Resesi sendiri merupakan kondisi ketika produk domestik bruto (PDB) suatu negara terkontraksi dalam akibat aktivitas ekonomi yang lesu.

Saat ini, mobilitas ekonomi kian berkurang karena pandemi Covid-19 mengharuskan masyarakat menjaga jarak antara satu sama lain. Pembatasan sosial membuat kegiatan ekonomi tidak sekencang di zaman normal.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun menjadi pilihan yang tidak sedikit diambil oleh korporasi demi menjaga kelangsungan usaha.

Lantas, bagaimana dengan masyarakat sendiri? Apakah selamanya akan berpegang pada motto Cash is a King untuk menyelamatkan diri?

Sejumlah ahli investasi mengatakan bahwa penempatan dana pada instrumen di pasar keuangan seperti saham, surat utang, maupun deposito masih layak dilakukan saat ekonomi dilanda resesi.

Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan di tengah situasi saat ini investor pada dasarnya tak memiliki banyak pilihan karena ketidakpastian sangat tinggi.

Namun, Wawan menyebut instrumen investasi yang cenderung minim risiko tetap menarik. Salah satunya adalah surat utang yang dikeluarkan oleh pemerintah karena dapat dikatakan tidak ada risiko.

Selama ini, Pemerintah Indonesia belum pernah gagal membayar utang-utang yang diterbitkannya.

“Makanya itu SR013 yang lagi ditawarkan animonya tinggi, karena ya nggak ada pilihan lagi. Sesuatu yang memberikan imbal hasil lebih pasti tapi aman, ya obligasi pemerintah,” kata Wawan kepada Bisnis, baru-baru ini.

Namun, investor tetap perlu melakukan alokasi aset. Penempatan saham yang sama sekali tidak ada pada masa pandemi bisa membuat masyarakat tak dapat menikmati kenaikan pasar saham saat ekonomi pulih.

Ungkapan “jangan meletakkan semua telur dalam satu keranjang” menjadi sangat relevan.

“Diversifikasi secara geografis juga dapat menjadi pilihan menarik. Alokasi investasi ke luar Indonesia dapat dilakukan melalui reksa dana saham offshore sharia ke negara maju seperti Amerika Serikat, China, dan negara-negara Asia Pasifik lainnya,” kata Executive Vice President Head of Wealth Management & Premier Banking Commonwealth Bank Ivan Jaya.

Berikut langkah-langkah melakukan investasi pada masa resesi dari sejumlah ahli:

Tentukan Profil Risiko

Sebelum berinvestasi, masyarakat harus menentukan terlebih dahulu profil risiko. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat dalam memilih jenis instrumen investasi yang sesuai.

Umumnya terdapat tiga jenis profil risiko investor di pasar modal yaitu konservatif, moderat, dan agresif.

Investor konservatif merupakan yang paling rendah toleransinya terhadap volatilitas pasar. Biasanya, investor jenis ini disarankan masuk lebih banyak ke aset aman seperti di pasar uang dan deposito. 

Instrumen surat utang juga dapat dipilih seperti obligasi negara dan obligasi korporasi dengan peringkat terbaik.

Investor moderat memiliki toleransi risiko yang lebih berani dibandingkan investor moderat namun tidak seberani investor agresif. Di sini, investor dapat melakukan alokasi aset dengan porsi lebih banyak ke aset aman dan masuk sedikit di aset saham.

Investor agresif memiliki toleransi risiko yang lebih tinggi terhadap fluktuasi harga di pasar. Investor yang masuk dalam kelas ini kebanyakan adalah investor kelas kakap dengan pengalaman investasi yang jauh lebih lama dibandingkan jenis investor lainnya.

Jangka Waktu dan Tujuan Investas

Setelah mengetahui profil risiko, masyarakat bisa masuk ke tahap kedua. Sebenarnya, tahap kedua yaitu menentukan jangka waktu dan tujuan investasi ini dapat dilakukan bersamaan dengan menentukan profil risiko.

Sebelum mengambil keputusan beli, sebaiknya masyarakat mengetahui seberapa lama investasi akan dilakukan dan dana tersebut akan digunakan untuk apa saja.

Hal ini sangat berbeda antara satu orang dan lainnya mengingat kebutuhan setiap manusia berbeda-beda.

Apakah menyiapkan dana untuk menyekolahkan anak dalam waktu 3 tahun atau 5 tahun lagi atau untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dalam waktu 8 tahun lagi, tentu beragam dari orang ke orang.

Pilih Jenis Instrumen

Memilih instrumen reksa dana bisa jadi sangat pelik kalau investor tidak mengetahui profil risiko, jangka waktu, dan tujuan investasi.

Seperti disebutkan sebelumnya, investor jenis konservatif disarankan untuk lebih banyak mengambil aset aman di pasar uang dan deposito. 

Apabila ingin mengakumulasikan saham, investor konservatif dapat memilih saham-saham blue chip yang memiliki tingkat volatiltias harga yang terbilang rendah.

Investor moderat bisa melakukan diversifikasi aset antara aset aman dan aset berisiko. Namun, aset berisiko seperti saham tetap dianjurkan dari saham-saham blue chip. Apabila investor kesulitan melakukan diversifikasi di sini, pilihan produk reksa dana campuran bisa diambil.

Selanjutnya, investor agresif dapat menyusun portofolionya dari berbagai jenis instrumen berisiko dengan melakukan sejumlah pengukuran.

Diversifikasi Portofolio

Diversifikasi portofolio dilakukan investor untuk menjaga volatilitas tetap rendah dalam berinvestasi. Tak hanya itu, diversifikasi portofolio dapat mengkompensasi ketika kelas aset yang satu sedang melemah tetapi kelas aset lainnya menguat.

Seperti saat ini, harga-harga saham berjatuhan akibat sentimen resesi. Sedangkan aset pendapatan tetap menguat ditopang oleh pemangkasan suku bunga oleh bank sentral.

Untuk kondisi resesi akibat pandemi ini, Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyarankan masyarakat berpegang pada skema investasi 5-3-2, yaitu penempatan 50 persen pada instrumen berbasis pendapatan tetap, 30 persen pada instrumen pasar uang, dan 20 persen pada saham.

Porsi yang lebih banyak di instrumen pendapatan tetap khususnya obligasi pemerintah disebut Wawan menjadi pilihan yang paling tepat pada masa resesi.

“Ini menurut saya secara risiko lebih prudence kalau masuk ke obligasi,” kata Wawan.

Sedangkan untuk pilihan ekuitas, saham sektor perbankan dinilai menjadi salah satu yang paling menarik untuk dikoleksi di tengah volatilitas pasar, terutama ketika pasar mengalami koreksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper