Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sanksi OJK ke Bumiputera, dari Teguran Administrasi sampai Ancaman Pidana

Upaya penyelesaian polemik Bumiputera ternyata tak selesai melalui 'teguran' administratif saja, pada surat OJK teranyar terdapat ketentuan pidana jika Bumiputera tidak melaksanakan perintah tertulis, yang salah satunya terkait pembentukan RUA.
Karyawan beraktivitas di kantor cabang asuransi Bumi Putera di Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan beraktivitas di kantor cabang asuransi Bumi Putera di Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 telah memperoleh berbagai jenis 'teguran', mulai dari yang bersifat administratif hingga ancaman pidana, akibat belum dijalankannya sejumlah peraturan dan perintah. Kondisi tersebut membuat penyelesaian masalah keuangan belum menemui titik terang.

Pada pertengahan Juli 2020, redaksi Bisnis memperoleh pesan yang berisi dokumen mengenai Bumiputera, yakni salinan Surat Peringatan Ketiga (SP3) untuk perseroan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Surat bernomor S-552/NB.21/2020 dengan keterangan waktu Jumat (3/7/2020) itu ditujukan kepada jajaran Direksi dan Dewan Komisaris Bumiputera.

Bisnis tidak memperoleh dokumen SP1 dan SP2 bagi Bumiputera, tetapi Undang-Undang (UU) 40/2014 tentang Perasuransian mengatur bahwa sanksi administrasi SP3 diberikan secara bertahap. Artinya Bumiputera sudah mendapatkan surat teguran sebelumnya tetapi poin masalah itu belum terselesaikan sehingga naik tingkat ke peringatan terakhir.

Kenapa satu-satunya asuransi berbentuk usaha bersama (mutual) itu mendapatkan SP3? Dalam salinan surat yang diperoleh Bisnis itu, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK Ahmad Nasrullah menjelaskan bahwa hingga Juli 2020, jumlah direksi dan komisaris Bumiputera yang telah lulus uji penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) belum mencapai jumlah minimal, yakni masing-masing tiga orang.

Menurut Nasrullah, OJK telah memperingatkan hal tersebut dalam SP2 bagi Bumiputera. Teguran itu ditindaklanjuti oleh pengajuan fit and proper test dua orang mantan direksi Bumiputera, yakni Dirman Pardosi dan Deddy Herupurnomo, tetapi keduanya tidak lolos berdasarkan surat OJK bernomor S-2149/NB.111/2020.

"Apabila dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal surat ini perusahaan belum mengatasi penyebab dikenakannya sanksi peringatan ketiga ini, maka perusahaan akan dikenakan sanksi berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tulis Nasrullah dalam salinan surat yang diperoleh Bisnis.

Sanksi OJK ke Bumiputera, dari Teguran Administrasi sampai Ancaman Pidana

Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Asuransi Jiwa Bumiputera, di Jakarta, Selasa (7/11/2017)./JIBI-Endang Muchtar

Otoritas memberikan waktu bagi Bumiputera untuk memenuhi jumlah direksi dan komisaris definitif hingga Senin (5/10/2020). Hingga saat ini, jumlah direksi perseroan masih belum memenuhi ketentuan, tetapi OJK menyatakan sudah mencabut SP3 tersebut karena Bumiputera karena terdapat dua nama yang diajukan perseroan untuk menjalani fit and proper test.

"SP3 sudah dibatalkan, sekarang infonya sedang di-review di direktorat yang menangani [fit and proper test]. Tentunya kalau mekanisme pemilihan [direksi dan komisaris] sesuai aturan akan ditindaklanjuti, kalau tidak ya disuruh mengulang agar sesuai," ujar Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II OJK Moch. Ihsanuddin kepada Bisnis, Selasa (6/10/2020).

Upaya penyelesaian polemik Bumiputera ternyata tak selesai melalui 'teguran' administratif saja. Pada Kamis (15/10/2020), redaksi Bisnis kembali memperoleh dua salinan surat OJK terkait Bumiputera dengan bernomor S-34/D.05/2020 dan S-35/D.05/2020 yang sama-sama bertajuk Perintah Tertulis, keduanya memiliki keterangan waktu Kamis (1/10/2020).

Dalam kedua surat tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Riswinandi menjelaskan kewajiban Dewan Komisaris dan Direksi Bumiputera untuk memproses pembentukan Rapat Umum Anggota (RUA). Hal tersebut sudah diamanatkan oleh pemerintah sejak tahun lalu tetapi belum kunjung terlaksanakan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 87/2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama, Bumiputera harus mengubah Badan Perwakilan Anggota (BPA) menjadi RUA. Fungsi, tugas, dan wewenang keduanya relatif sama, tetapi terdapat sejumlah ketentuan baru bagi para RUA, di antaranya adalah tidak boleh merupakan pejabat pemerintahan dan politisi.

Dua surat terbaru memiliki kesamaan, yakni adanya 'pengingat' dari OJK bahwa terdapat ketentuan pidana jika Bumiputera tidak melaksanakan perintah tertulis, yang salah satunya terkait pembentukan RUA.

"Terdapat ketentuan pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, menghambat pelaksanaan, dan/atau tidak melaksanakan Perintah Tertulis," tulis Risiwnandi dalam salinan surat yang diperoleh Bisnis.

Pernyataan tegas Riswinandi itu merujuk kepada kewenangan OJK dalam Pasal 9 huruf d UU 21/2011 tentang OJK. Atas dasar itu, Bumiputera pun diperintahkan untuk mendukung dan tidak menghambat proses pembentukan RUA, melalui panitia pemilihan peserta RUA.

Jajaran Komisaris Bumiputera diberi waktu 45 hari sejak panitia pemilihan itu terbentuk untuk menetapkan nama-nama calon peserta RUA. Setelah itu, direksi wajib menyampaikan satu orang calon peserta RUA urutan pertama dari setiap wilayah pemilihan untuk memperoleh persetujuan dari otoritas.

OJK pun memerintahkan direksi Bumiputera untuk mengumumkan nama-nama peserta RUA tersebut dalam media cetak dan media elektronik nasional yang beredar di setiap wilayah pemilihan. Menurut Riswinandi, hal tersebut sesuai dengan ketentuan PP 87/2019.

Bisnis telah menghubungi Ketua BPA Nurhasanah dan Direktur Utama Bumiputera Faizal Karim untuk meminta tanggapan terkait surat dari OJK tentang pemilihan peserta RUA tersebut. Namun, hingga berita ini ditulis, keduanya belum memberikan respons.

Polemik Bumiputera terus bergulir, tetapi belum terdapat kepastian perkembangan pembayaran klaim bagi para nasabah. Pada penghujung tahun ini, total utang klaim Bumiputera diperkirakan akan mencapai Rp9,6 triliun, itu pun belum memperhitungkan dampak pandemi Covid-19 sehingga jumlahnya masih dapat bertambah.

Bagaimana nasib para pemegang polis kemudian? Sebagai perusahaan yang menjual janji, para pemegang polis pun akan terus menuntut haknya berupa pembayaran klaim yang sudah menjadi janji dalam kontrak polis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper