Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai perlu menyiapkan aturan lanjutan agar perbankan diperbolehkan melakukan penempatan modal pada debitur terdampak pandemi.
Hal ini ditujukan agar relaksasi restrukturisasi yang berakhir pada 2022 tidak memberatkan bank dan pelaku usaha yang tengah dalam kondisi pemulihan. Ekonom Senior Indef Aviliani mengatakan restrukturisasi perbankan diperkirakan akan berlanjut dan mencapai 23% dari total kredit.
Dia menuturkan, relaksasi otoritas pengawas sangat membantu perbankan selama 2 tahun masa efektifnya, tetapi aturan lanjutan masih tetap per diperlukan, yakni relaksasi penempatan modal perbankan pada pelaku usaha riil.
Pasalnya, dari total restrukturisasi tersebut tetap akan ada sekitar 10% hingga 20% debitur tersebut yang masih kesulitan untuk mengembalikan kinerja dan kesulitan membayar kewajibannya.
"Jika ada aturan lanjutan memperbolehkan penempatan modal pada pelaku usaha riil. Kredit yang telah disalurkan akan berubah menjadi modal sehingga dapat membantu debitur dan juga perbankan," katanya dalam wembinar Indef, Rabu (18/11/2020).
Dia menyampaikan selama masa pandemi, banyak debitur yang pesimistis dalam melanjutkan bisnisnya, dan mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Menuruntya, hal ini nampak baik karena dapat langsung membuat kualitas kredit membaik dengan recovery. Namun, hal ini justru membuat pelaku usaha menjadi lebih sedikit dan multiplier efek ekonomi terbatas.
"Tanpa ada relaksasi ini, sebenarnya masalah kualitas kredit tetap selesai. Namun, tetapi kapasitas ekonomi jadi berkurang. Ini juga buruk bagi perbankan, yang harusnya mendukung pemulihan ekonomi," sebutnya.