Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Spin Off UUS Asuransi, AASI: Bisa Pacu Pengembangan Bisnis Syariah

Pelaksanaan spin off unit usaha syariah asuransi merupakan amanat dari Undang-Undang 40/2014 tentang Perasuransian.
Karyawan beraktifitas di dekat deretan logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (22/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan beraktifitas di dekat deretan logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (22/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Kewajiban pemisahan unit usaha syariah atau spin off dinilai dapat memacu perusahaan-perusahaan asuransi untuk lebih agresif mengembangkan bisnis syariah, sehingga mendorong kinerja industri.

Ketua AASI Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Tatang Nurhidayat menjabarkan bahwa pelaksanaan spin off merupakan amanat dari Undang-Undang 40/2014 tentang Perasuransian. Unit-unit usaha syariah (UUS) wajib berubah menjadi perusahaan terpisah, paling lambat pada 2024.

Menurut Tatang, kewajiban itu dapat mendorong kinerja industri asuransi syariah yang masih tergolong 'muda' dalam hal pengembangannya. Dia meyakini bahwa perusahaan-perusahaan akan lebih gesit mengembangkan bisnis proteksi berbasis syariah.

"Kewajiban spin off ini istilahnya kalau di balapan MotoGP adalah kualifikasi kedua, semakin dekat ke live race, sehingga akan mendorong perusahaan untuk lebih agresif akan asuransi syariah," ujar Tatang pada Senin (21/12/2020).

Perusahaan-perusahaan asuransi yang memiliki UUS telah menyerahkan rencana bisnisnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir tahun ini. Sebagian perusahaan menyatakan akan melakukan spin off, sebagian lainnya memilih untuk melepas bisnis syariahnya.

Kondisi itu membuat jumlah perusahaan asuransi syariah akan berkurang. Saat ini OJK mencatat terdapat 13 perusahaan asuransi syariah yang terdiri dari tujuh asuransi jiwa, lima asuransi umum, dan satu reasuransi.

Sementara itu, terdapat 49 UUS per September 2020. Berdasarkan catatan OJK, jumlah itu terdiri dari 23 UUS asuransi jiwa, 23 UUS asuransi umum, dan tiga UUS reasuransi.

Tatang meyakini bahwa kebijakan spin off akan mendorong industri yang tetap mencatatkan kinerja positif meskipun di tengah pandemi Covid-19. Pada 2021, ketika kondisi perekonomian diperkirakan lebih kondusif, kinerja industri asuransi syariah pun diperkirakan lebih moncer.

Pada Januari–September 2020, industri asuransi syariah membukukan kontribusi Rp11,96 triliun. Jumlahnya tumbuh 1,79 persen (year-on-year/yoy) dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp11,75 triliun.

AASI memperkirakan perolehan kontribusi pada akhir 2020 akan mencapai Rp17,04 triliun, tumbuh 2 persen (yoy) dari perolehan tahun lalu sebesar Rp16,7 triliun. Bahkan, pada 2021, asosiasi meyakini pertumbuhan top line dapat mencapai 10 persen.

Adapun, klaim yang dibayarkan industri dalam kurun Januari–September 2020 tercatat sebesar Rp8,89 triliun. Jumlahnya naik cukup pesat hingga 21,19 persen (yoy) dari pembayaran Januari–September 2019 senilai Rp7,33 triliun.

AASI memperkirakan catatan klaim sepanjang 2020 akan mencapai Rp11,62 triliun atau terjadi kenaikan hingga 9,6 persen (yoy) dari catatan 2019 senilai Rp10,6 triliun. Tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 membuat kenaikan klaim masih berpotensi terjadi, bahkan hingga tahun depan.

"Seperti halnya asuransi konvensional, kenaikan klaim karena banyak surrender claim," ujar Tatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper