Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyelesaian Masalah Bumiputera Butuh Waktu Lama, tapi Mulai Ada Titik Terang

AJB Bumiputera 1912 merupakan satu-satunya perusahaan asuransi mutual di Indonesia
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Asuransi Jiwa Bumiputera, di Jakarta, Selasa (7/11/2017)./JIBI-Endang Muchtar
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Asuransi Jiwa Bumiputera, di Jakarta, Selasa (7/11/2017)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA — Penyelesaian masalah AJB Bumiputera 1912, sebagai satu-satunya perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama, dinilai membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan perusahaan swasta. Namun, upaya itu kini menunjukkan perkembangan.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan bahwa dari 60 perusahaan asuransi jiwa yang menjadi anggota asosiasi, memang terdapat satu-dua perusahaan yang sedang mengalami masalah keuangan—dia menyebutnya sedang mengalami 'batuk'. Salah satunya adalah yang berbentuk usaha bersama (mutual).

Seperti diketahui, AJB Bumiputera 1912 merupakan satu-satunya perusahaan asuransi mutual di Indonesia. Pernyataan tersirat dari Budi pun sejalan dengan kondisi keuangan Bumiputera, yang mengalami gagal bayar klaim sekitar Rp7 triliun per Desember 2020.

"Sebagian yang 'batuk' sudah disiapkan skema penyelamatan oleh pemerintah, karena [pemerintah] punya tanggung jawab di sana. Satu lagi, batuknya karena statusnya istimewa, mencarikan solusinya butuh waktu lebih lama," ujar Budi dalam gelaran Bisnis Indonesia Mid Year 2021 Economic Outlook, Selasa (6/7/2021).

Pernyataan Budi itu sejalan dengan historis upaya penyehatan Bumiputera oleh berbagai pihak. Berdasarkan dokumen yang diperoleh Bisnis, terdapat Program Penyehatan I bagi Bumiputera yang berjalan dalam kurun 1997–2002.

Pada 31 Desember 1997, Bumiputera mencatatkan defisit sebesar Rp2,9 triliun, tetapi masih bisa beroperasi secara normal karena belum adanya aturan detil mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi. Perusahaan pun diminta menyusun program penyehatan jangka pendek maupun menengah, tapi tidak berhasil.

Hingga tahun lalu, setidaknya telah terdapat enam periode program penyehatan, hingga selisih aset dan liabilitas Bumiputera kian melebar, mencapai Rp20,7 triliun pada 2018. Berbagai cara seperti penyusunan program penyehatan, hingga pembentukan Pengelola Statuter (PS) ternyata tak mujarab.

"Ketika sedang 'batuk-batuk' ini ternyata kita sama-sama melihat mencarikan solusi itu tidak semudah di stock company. Saya membayangkan regulator ingin ada solusi, ketika komisaris dan direksi masing-masing punya solusi, maka menyepakatinya yang mungkin sulit," ujar Budi.

Menurutnya, di perusahaan swasta, proses penyehatan dapat dilakukan berdasarkan keputusan pemegang saham dan manajemen wajib menjalankannya. Kondisi berbeda terjadi di perusahaan mutual, karena pemegang saham adalah semua pemegang polis perusahaan tersebut.

Di Bumiputera, para pemegang polis atau pemegang saham diwakili oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA), yang kini bernama Rapat Umum Anggota (RUA). Peserta RUA dipilih dari 11 daerah pemilihan untuk mewakili para pemegang saham dalam pengambilan keputusan.

Meskipun begitu, Budi menyatakan bahwa berdasarkan informasi yang diperolehnya, skema penyelamatan satu-satunya asuransi mutual di Indonesia mulai bergulir. Dia pun meyakini bahwa akan segera terdapat jalan keluar penyehatan bagi Bumiputera.

"Sepertinya roda atau mekanisme, skema penyelamatan mutual mulai bergulir, karena ada satu proses yang kita sama-sama tahu. Berdasarkan yang saya baca, proses penyelamatan itu betul-betul akan berjalan tegas," ujar Budi.

Dia pun menyatakan bahwa di beberapa negara, perusahaan raksasa yang menguasai pasar justru adalah perusahaan mutual, sehingga tidak ada yang salah dari bentuk usaha itu. Tata kelola dan manajemen risiko yang baik menjadi aspek utama dalam mengembangkan perusahaan mutual, termasuk Bumiputera.

Dalam perkembangan terbarunya, Penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pelimpahan tahap dua berupa barang bukti dan tersangka mantan Komisaris Utama Bumiputera Nurhasanah ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kepala Departemen Penyidikan pada Sektor Jasa Keuangan OJK Tongam Lumban Tobing menyebut bahwa tersangka Ketua BPA Bumiputera periode 2018–2020 itu ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana sektor jasa keuangan dan melanggar Pasal 53 dan Pasal 54 Undang-Undang (UU) 21/2011 tentang OJK.

"Tersangka N ini tidak melaksanakan atau tidak mematuhi perintah tertulis OJK terkait dengan implementasi ketentuan Pasal 38 Anggaran Dasar AJBB sesuai Surat ke IKNB Nomor S-13/D.05/2020 ter tanggal 16 April 2020," ujar Tongam kepada Bisnis.

Menurut Tongam, tim penyidik OJK mendapatkan alat bukti yang cukup pada gelar (ekspose) perkara 4 Maret 2021 lalu, kemudian Nurhasanah langsung ditetapkan jadi tersangka. Nurhasanah pun akan segera diadili di pengadilan.

Adapun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer menyatakan bahwa perkara Nurhasanah ini akan ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper