Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menyambut baik keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperpanjang restrukturisasi sampai dengan 31 Maret 2022.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyampaikan Bank Mandiri sebagai bagian dari collective effort seluruh stakeholder di Indonesia dalam menjaga momentum laju pertumbuhan ekonomi ke depan menyambut baik inisiatif OJK tersebut.
Rudi pun mengatakan kebijakan OJK tersebut tentunya telah disesuaikan dengan kondisi terkini, dan dipastikan akan membantu perbankan terutama debitur dalam menghadapi situasi pandemi saat ini.
"Apalagi, dalam kebijakan tersebut OJK juga telah menambahkan klausul-klausul yang memberikan perbankan relaksasi dalam mengeksekusi kebijakan ini," ujar Rudi kepada Bisnis dikutip Sabtu (4/9/2021).
Rudi pun menambahkan sampai dengan Juli 2021, total restrukturisasi kredit Bank Mandiri telah mencapai Rp92,55 triliun. Posisi tersebut telah mengalami penurunan bila dibandingkan periode sebelumnya, hal itu sejalan dengan pemulihan ekonomi Tanah Air.
Jika dirinci, dari jumlah tersebut total restrukturisasi kredit pada segmen UMKM berada di kisaran Rp 24 triliun.
"Ke depan, kami memproyeksi tren restrukturisasi akan menurun seiring dengan meningkatkan optimisme dunia usaha," tutup Rudi
Sebelumnya Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan bahwa keputusan untuk memperpanjang restrukturisasi diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas perbankan serta kinerja debitur restrukturisasi Covid19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.
“Restrukturisasi kredit yang kami keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM. Untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran Covid-19 maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023,” kata Wimboh dalam keterangan resmi.
Hingga saat ini, perbankan terus melanjutkan kinerja yang baik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka loan at risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun, walaupun masih relatif tinggi. Sementara, angka NPL sedikit mengalami peningkatan dari 3,06 persen pada Desember 2020 menjadi 3,35 persen pada Juli 2021.
Sementara itu Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana mengatakan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.
“Perpanjangan restrukturisasi hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas, sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai [CKPN] dan bagi debitur untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir,” kata Heru.