Bisnis.com, JAKARTA - Pihak PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) melalui kuasa hukumnya mengungkapkan kejanggalan dalam kasus dugaan hilangnya dana nasabah.
Kuasa hukum BNI Ronny L. D. Janis mengungkapkan ada kejanggalan pada bilyet deposito beberapa nasabah. Dalam kasus Makassar, seluruh bilyet deposito yang diklaim oleh beberapa orang nasabah hanya berupa cetakan hasil scan (print scanned) di kertas biasa dan bukan blanko deposito sah yang dikeluarkan oleh perseroan.
Dalam klarifikasi yang disampaikan Janis di Jakarta pada Selasa (14/9/2021), disebutkan bahwa pihak kuasa hukum BNI perlu mengklarifikasi kembali terkait dengan perkara dugaan pemalsuan bilyet deposito di BNI KC Makassar, yang sejak awal memang sengaja dilaporkan oleh perseroan ke Bareskrim Polri pada 1 April 2021.
"Beberapa hal yang penting disampaikan adalah pada awalnya terdapat beberapa pihak yang menunjukkan dan membawa bilyet deposito BNI KC Makassar dan pada akhirnya meminta pencairan atas bilyet deposito tersebut kepada BNI KC Makassar," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (14/9/2021).
Janis menyebutkan urutan nasabah tersebut adalah sebagai berikut, yaitu pada awal Februari 2021, RY dan AN membawa dan menunjukkan 2 bilyet deposito BNI tertanggal 29 Januari 2021 kepada bank dengan total senilai Rp50 miliar.
Kemudian pada Maret 2021, berturut-turut datang pihak yang mengatasnamakan IMB membawa 3 buah bilyet deposito tertanggal 1 Maret 2021 atas nama PT AAU, PT NB, dan IMB dengan total senilai Rp40 miliar. Lalu, HDK membawa 3 bilyet deposito atas nama HDK dan 1 bilyet deposito atad nama HPT dengan total senilai Rp20,1 miliar.
"Yang disebutkan bilyet deposito tersebut diterima dari oknum pegawai bank [Sdri. MBS]," ujar Janis.
Berdasarkan hasil investigasi BNI, ditemukan kejanggalan-kejanggalan yang kasat mata. Pertama, seluruh bilyet deposito karena hanya berupa cetakan hasil scan (print scanned).
Kedua, seluruh bilyet deposito yang ditunjukkan RY, AN, HDK, dan HPT memiliki nomor seri bilyet deposito yang sama dan bahkan bilyet deposito atas nama PT AAU, PT NB dan IMB nomor serinya tidak tercetak jelas, huruf kabur, atau buram.
Ketiga, seluruh bilyet deposito tersebut tidak masuk ke dalam sistem BNI dan tidak ditandatangani oleh pejabat yang sah. Keempat, tidak ditemukan adanya setoran nasabah untuk pembukaan rekening deposito tersebut
Janis menekankan, secara tiba-tiba, pada akhir Februari 2021, RY dan AN menyatakan telah menerima pembayaran atas bilyet deposito tersebut secara langsung dari MBS sebesar Rp50 miliar, dan bukan dari BNI serta tanpa melibatkan perseroan.
Demikian pula hal yang sama terjadi pada pengembalian dan penyelesaian klaim deposito kepada HDK sebesar sekitar Rp3,5 miliar yang juga dilakukan secara langsung oleh MBS dan bukan dari BNI, serta tanpa melibatkan bank.
"Hal-hal tersebut telah menunjukkan bahwa terkait penerbitan maupun transaksi-transaksi yang berkaitan dengan bilyet deposito tersebut, dilakukan tanpa sepengetahuan dan keterlibatan bank," ungkap Janis.
Pada akhirnya, BNI berinisiatif melaporkan peristiwa tersebut kepada Bareskrim Polri pada tanggal 1 April 2021 dengan dugaan Tindak Pidana Pemalsuan, Tindak Pidana Perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Langkah ini dilakukan guna mengungkap pelaku, pihak-pihak yang terlibat, dan para pihak yang memperoleh manfaat atau keuntungan. Ini juga dilakukan agar dapat terungkap dan dihukum, serta mencegah berulangnya percobaan pembobolan dana bank dengan modus pemalsuan bilyet deposito tersebut.
Khusus mengenai pernyataan kuasa hukum IMB, Janis merasa perlu mengingatkan kembali bahwa saat ini proses hukum masih berjalan.
"Sehingga kami harapkan semua pihak dapat menghormati dan menunggu hasil proses hukum tersebut, serta menahan diri untuk membuat pernyataan-pernyataan yang tidak benar atau hoax, dan mempercayakan pengungkapan kasus ini kepada proses hukum yang sedang berjalan. BNI mengharapkan dan menyampaikan kepada seluruh nasabah agar tetap tenang dan kami menjamin bahwa dana nasabah BNI tetap aman," pungkasnya.
Sementara itu, dilansir Tempo.co pada Jumat (10/9/2021), Kuasa Hukum Andi Idris Manggabarani, Syamsul Kamar, mengatakan hilangnya dana nasabah itu terjadi pada Februari 2021. Adapun, kasus ini baru diungkap saat ini setelah manajemen BNI Makassar tak sanggup mengembalikan dana nasabah.
Awalnya, nasabah mempertanyakan kasus ini ke BNI Makassar, tetapi tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan. BNI lalu membawa kasus ini kepolisian dengan terlebih dahulu melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri dengan nomor laporan S.Pgl/2019/VI/RES.2.2./2021/Dittipideksus.
"Setelah itu, pihak kami pada tanggal 9 Juni 2021 membuat laporan ke Polda Sulsel tentang adanya dugaan kejahatan yang dilakukan oleh manajemen Bank BNI” tutur Syamsul.
Dari hasil pemeriksaan penyidik Bareskrim Mabes Polri, BNI diduga membuat rekening rekayasa atau rekening bodong dan melanggar SOP serta melakukan kejahatan perbankan sehingga merugikan nasabah.
Jika sebelumnya BNI Makassar berdalih bilyet deposito yang dipegang oleh nasabah tidak terdaftar dalam sistem. Namun, dari hasil penyidikan Bareskrim Mabes Polri, dana nasabah diduga masuk ke dalam sistem rekening rekayasa atau rekening bodong.
Penyidikan Bareskrim Polri menemukan fakta dana nasabah yang semula diminta ditempatkan di deposito ternyata kemudian dipindahkan ke rekening bodong menggunakan nama perusahaan, anak dan, karyawan nasabah. Transaksi tersebut dikendalikan oleh manajemen bank pelat merah itu tanpa konfirmasi dan persetujuan Andi Idris Manggabarani sebagai pemilik rekening.
“Adanya dugaan rekening rekayasa/bodong ini baru diketahui oleh nasabah setelah dilakukan pemeriksaan dari pihak kepolisian pada tanggal 18 Agustus 2021,” ujar Syamsul.
Pembuatan rekening baru bodong ini, menurut Syamsul, sebagai bukti BNI melanggar SOP (Standard Operating Procedure) pembuatan rekening bank karena tindakan tersebut seharusnya melibatkan beberapa pihak dan membutuhkan persetujuan berjenjang (manajemen), sehingga pelanggaran prosedur ini dilakukan terstruktur dan sistematis.
Dugaan pelanggaran SOP oleh BNI itu juga terjadi karena tidak dilakukannya prosedur call-back pada transaksi tanpa kehadiran nasabah. Begitu juga pembuatan dan pengaktifan buku tabungan dan kartu ATM, transaksi penarikan dan pemindahbukuan yang melebihi limit transaksi teller, supervisor, dan kantor cabang tersebut.
Nasabah pun menyayangkan sikap BNI yang terkesan lamban dalam menyelesaikan dugaan kasus penggelapan dana ini. "Dan Bank BNI tidak meminta maaf atas kesalahan yang manajemennya lakukan,” kata Syamsul Kamar.
Padahal, menurut dia, dari hasil proses pemeriksaan Bareskrim Mabes Polri, selayaknya BNI segera menyelesaikan secara internal masalah manajemennya dan tidak mencari kambing hitam atau menyalahkan oknum untuk menutup-nutupi kesalahan yang sudah terbukti pada temuan penyidik.
Sumber dari segala masalah yang menyebabkan kerugian nasabah, kata Syamsul, disebabkan oleh dugaan pembuatan rekening bodong dengan menggunakan nama nasabah tanpa persetujuan nasabah.
"Yang merupakan kejahatan perbankan atau tindak pidana yang dilakukan oleh manajemen Bank BNI di Makassar."
Lebih jauh, nasabah meminta pertanggungjawaban agar siapapun yang terlibat dalam dugaan kasus penggelapan dana oleh manajemen Bank BNI diproses oleh penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, otoritas jasa keuangan dan lembaga yang memiliki kewenangan agar kasus ini diusut hingga tuntas.
Sementara itu, Bareskrim Polri telah menetapkan oknum pegawai BNI berinisial MBS sebagai tersangka dan langsung ditahan selama 20 hari ke depan terkait perkara dugaan tindak pidana penggelapan uang nasabah sebesar Rp45 miliar.