Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pandemi Belum Usai, OJK Ungkap Kondisi Terkini Kredit Bermasalah

OJK pun telah mengambil kebijakan untuk memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit hingga Maret 2023 sebagai upaya menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Karyawan menjawab telepon di Call Center Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan menjawab telepon di Call Center Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan terdapat peningkatan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di perbankan ataupun sektor industri keuangan nonbank (IKNB) per Juli 2021.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan rasio NPL tercatat sebesar 3,35 persen. Sementara, jika menilik pada Juli tahun lalu, rasio NPL diketahui sebesar 3,22 persen.

"Ada beberapa hal dalam sektor perbankan maupun lembaga non-bank yang perlu diperhatikan, di antaranya NPL. Angkanya sedikit meningkat," ujar Wimboh dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (15/9/2021).

OJK pun telah mengambil kebijakan untuk memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit hingga Maret 2023 sebagai upaya menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. Sementara, kredit yang direstrukturisasi saat ini sekitar 15 persen dari total kredit.

Wimboh pun menambahkan dengan adanya perpanjangan ini, perbankan akan mempunyai ruang yang cukup untuk membentuk cadangan, sehingga pada saat nanti dinormalkan cadangannya tidak terganggu atau sudah cukup. "Atau yang sering kita sebut, untuk menghindari adanya cliff efek," tambahnya.

Wimboh pun menjelaskan ada beberapa sektor yang secara khusus terdampak oleh Covid-19, di mana NPL lebih tinggi dari sektor-sektor lainnya.

Adapun dari sisi permodalan, perbankan dinilai dalam keadaan baik dengan kecukupan permodalan 24,67 persen. Angka ini dinilai masih mencukupi untuk ekspansi yang akan dilakukan perbankan dari sisi kredit.

"Penggalangan dana pihak ketiga [DPK] tumbuh 10,43 persen yoy dan terus meningkat karena saat ini likuiditas di sektor ini masih melimpah," katanya.

Untuk suku bunga saat ini, lanjut Wimboh, mengalami penurunan 44 bps dibandingkan desember 2020. Hal ini pun didorong biaya overhead dan signal penurunan suku bunga dari Bank Sentral.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper