Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Survei: Bank Harus Jemput Bola Gandeng Platform Digital Agar Bisa Survive

Perbankan di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, perlu mengubah pola inovasi dengan mulai menjalin kemitraan dan kolaborasi baru secara jemput bola ke berbagai platform digital, demi memperebutkan basis ekosistem dalam platform tersebut.
Nasabah sedang melakukan transaksi pembayaran menggunakan Scan QRIS OCTO Mobile di LOTTE Mart Bintaro Jaya, Rabu (5/5/2021). / Dok. CIMB Niaga
Nasabah sedang melakukan transaksi pembayaran menggunakan Scan QRIS OCTO Mobile di LOTTE Mart Bintaro Jaya, Rabu (5/5/2021). / Dok. CIMB Niaga

Bisnis.com, JAKARTA - Riset platform cloud banking Mambu bersama The Financial Times Focus (FT Focus) kepada lebih dari 500 eksekutif sektor perbankan menggambarkan tren industri yang tengah berlomba melakukan transformasi di bidang teknologi.

Survei bertajuk 'Evolve or be extinct' tersebut menyebut sekitar 67 persen responden meyakini pihaknya akan kehilangan pangsa pasar dalam dua tahun ke depan jika tidak melakukan transformasi digital.

Selain itu, 58 persen responden memprediksi nasib entitasnya bakal lenyap dalam 5 hingga 10 tahun ke depan jika tetap mempertahankan model bisnis yang lama.

Terkhusus wilayah Asia Pasifik (APAC), Managing Director Mambu APAC Myles Bertrand mengungkap bahwa laporan FT Focus menunjukkan bahwa transformasi digital di kawasan Asia Pasifik saat ini tertinggal jauh dibandingkan kawasan lain.

"Jumlah bank di APAC yang mengakui bahwa strategi transformasi digital mereka sudah matang atau maju, tak sampai sepertiga [dari total]," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (16/9/2021).

Namun, bank-bank di APAC terlihat telah mengambil langkah-langkah cepat untuk mengejar ketertinggalannya, dan bahkan menyalip kawasan lain lewat meningkatkan investasi pada big data, machine learning, dan blockchain.

"Kabar baiknya, muncul kohort baru 'pengebut' digital yang mendobrak tren ini, merangsek maju dan memimpin di barisan terdepan. Para pebisnis progresif ini meretas jalan bagi praktisi industri perbankan lainnya dengan mengedepankan contoh bisnis yang mengadopsi pendekatan berorientasi pelanggan," tambahnya.

Adapun, salah satu pekerjaan rumah buat bank-bank di kawasan APAC, menurut Bertrand terutama masih perlu mengubah pola inovasi dengan mulai menjalin kemitraan dan kolaborasi baru secara jemput bola.

"Pendekatan ekosistem terbukti sangat sukses di kawasan lain. Karena itu, mengingat separuh perbankan di APAC khawatir dengan minimnya SDM internal yang kompeten untuk melakukan transformasi, pendekatan ekosistem diharapkan akan lebih efektif," ungkapnya.

Husni Fuad, Pemimpin Mambu di Indonesia menambahkan bahwa hal ini juga perlu diperhatikan buat perbankan Tanah Air, terutama karena tren pertumbuhan transaksi bisnis tanpa tatap muka dan nontunai di Indonesia telah melaju pesat dalam beberapa tahun terakhir.

"Tren tersebut semakin terakselerasi dan intensif akibat pandemi Covid-19, dengan sistem pembayaran digital, transfer uang digital dan investasi lewat ponsel pun semakin populer. Pelanggan perbankan telah mengalami pergeseran ke solusi keuangan digital sehingga industri teknologi finansial Indonesia belakangan ini sibuk dalam memenuhi pergeseran kebutuhan tersebut," jelasnya.

Seiring dengan diberlakukannya regulasi baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada bulan depan, Husni memperkirakan pemain baru dari negara dan kawasan lain akan ramai-ramai berdatangan dan membangun kemitraan di Indonesia, dengan harapan bisa mendapatkan pangsa pasar pada negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

"Kini bank-bank konvensional yang sudah mapan di Indonesia semakin membutuhkan model operasional, teknologi dan organisasi yang agile, gesit, dan fleksibel, serta praktis sehingga selaras dengan strategi transformasi bisnis," tambahnya.

Selain itu, sekitar 40 persen responden juga mengaku berniat melakukan modernisasi ke arah promosi layanan perbankan berbasis platform yang bersifat 'plug and play', menggunakan sistem yang mandiri dan fleksibel setelah pandemi berakhir lewat kerja sama dengan penyedia pihak ketiga.

Modernisasi menuju struktur berbasis platform dan keseriusan mengasah kemampuan data, merupakan dua faktor kunci yang membedakan antara perusahaan melek digital dan awam digital.

Elliott Limb, Chief Customer Officer di Mambu mengungkap apabila perbankan konvensional kurang lincah, maka harus siap kalau ‘pengebut’ finansial yang memegang kendali perubahan akan diambil para fintech dan bank digital.

Pasalnya, laporan tersebut juga menyoroti lambatnya kemajuan dan tantangan yang dihadapi dunia perbankan dalam menjalani proses peralihan dari layanan perbankan tradisional dan legacy ke digital.

Temuan bahwa hampir seperempat pimpinan perbankan mendeskripsikan strategi digital mereka sebagai strategi yang 'baru berkembang' atau 'eksploratif' sebenarnya mencerminkan kebutuhan akan kolaborasi yang lebih besar di dalam komunitas perbankan itu sendiri, sekaligus peluang bagi pemain progresif untuk merangkul inovasi lewat ekosistem teknologi finansial. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Azizah Nur Alfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper