Bisnis.com, JAKARTA - Manuver pemain teknologi finansial (tekfin/fintech) peer-to-peer (P2P) lending di klaster produktif 'blusukan' ke berbagai ekosistem digital bakal makin kentara, demi mempertahankan pangsa pasar sekaligus mendongkrak jumlah pengguna.
Pasalnya, para platform di klaster produktif dituntut mampu memberikan inovasi produk dan solusi keuangan yang lebih advanced untuk mengakomodasi kebutuhan para UMKM selaku peminjam (borrower). Tanpa upaya 'jemput bola', platform akan semakin tertinggal oleh para kompetitor.
Platform P2P lending klaster produktif tak bisa hanya duduk diam menunggu pengajuan pinjaman borrower, menilai dan memprosesnya, kemudian sekadar menyalurkan dana tunai seperti model bisnis pinjaman online (pinjol) pada umumnya.
Adrian Gunadi, Co-Founder & CEO PT Investree Radhika Jaya (Investree) sekaligus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sepakat bahwa upaya 'blusukan' merupakan keniscayaan, karena hal ini juga berkaitan erat dengan tingkat kepercayaan pendana (lender), kepastian profil risiko borrower, dan efisiensi operasional.
"Bekerja sama dengan ekosistem rekanan turut membuka pintu bagi UMKM baru, yang ada di bawah naungan ekosistem itu agar bisa memanfaatkan layanan dari P2P lending. Misalnya, kasus di Investree, walk-in atau borrower secara mandiri mengajukan ke platform Investree memang lebih banyak, tapi lebih tidak terukur. Sedangkan lewat ekosistem, lebih sedikit aplikasi yang masuk, namun terukur dan tepat guna," jelasnya kepada Bisnis, Kamis (18/11/2021).
Adrian mencontohkan, permintaan pinjaman mandiri ke platform Investree begitu beragam, sehingga tak jarang borrower memiliki ketidaksesuaian dengan produk yang tersedia atau masih belum memenuhi syarat pengajuan pinjaman.
"Misalnya, ada yang cuma minta Kredit Tanpa Agunan (KTA) padahal penggunaannya konsumtif, ada lagi yang mengajukan pinjaman modal usaha yang baru mulai, dari nol. Padahal, jelas Investree untuk perusahaan berbadan hukum PT/CV dan sudah punya aspek pertumbuhan bisnis atau usaha borrower diharuskan sudah lebih dewasa," ungkapnya.
Oleh sebab itu, pengajuan pinjaman mandiri tersebut harus ditindaklanjuti oleh Relationship Manager Investree, untuk memitigasi risiko, validasi, serta memberikan solusi produk yang sesuai kebutuhan/tepat guna.
Sebaliknya, apabila mengambil borrower dari ekosistem, mereka biasanya sudah tahu produk yang sesuai kebutuhan, ditawarkan tepat guna, sesuai dengan ekosistem yang menaungi. Tindak lanjut dari Relationship Manager pun tidak sebanyak seperti validasi dari pengajuan walk-in.
"Karena mitigasi risiko kan sudah dilakukan melalui ekosistem yang menaungi UMKM tersebut. Selain itu, kerja sama akan menjamin keberlanjutan mereka yang tergabung dalam ekosistem rekanan tersebut untuk bertumbuh lebih kuat lagi dengan memanfaatkan pembiayaan modal kerja yang difasilitasi oleh Investree," tutupnya.
Oleh sebab itu, tak heran banyak platform mulai menggandeng ekosistem, seperti perusahaan logistik untuk menggaet para shipper di dalamnya, penyedia layanan perangkat lunak (SaaS) solusi bisnis untuk menggaet para UMKM klien platform tersebut, bahkan bekerja sama dengan komunitas usaha tertentu.
Buat Investree sendiri, beberapa ekosistem yang telah dijamah, antara lain, platform e-procurement Mbiz dan Garuda Financial, SIPLah, dan Pengadaan.com, ekosistem pengusaha perempuan ultamikro Gramindo, ekosistem platform aquaculture eFishery, serta klien dari platform freight forwarder digital Andalin untuk mengakomodasi pinjaman talangan biaya ekspor-impor.
Sedikit berbeda, Co-Founder & CEO PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) Reynold Wijaya menekankan bahwa kolaborasi dengan ekosistem merupakan upaya pihaknya memberikan kemudahan yang nyata buat para borrower.
Pasalnya, saat ini semua platform digital akan terus berlomba-lomba menerapkan teknologi Open Application Programming Interfaces (Open API) yang memungkinkan fitur kolaboratif dari platform lain, termasuk layanan keuangan dari Modalku.
"UMKM yang sudah tergabung di ekosistem platform digital, tentunya memiliki kemudahan untuk mengajukan pinjaman langsung melalui platform tersebut, tanpa harus berpindah aplikasi lagi. Spesifikasi produk yang ditawarkan di setiap platform rekanan menyesuaikan dengan kebutuhan UMKM di dalamnya," jelasnya kepada Bisnis.
Reynold mengungkap porsi UMKM yang mengajukan langsung ke platform Modalku maupun melalui mitra ekosistem digital jumlahnya cukup seimbang. Para borrower bisa memilih beberapa produk Modalku sesuai kebutuhan, seperti Modalku Virtual Credit, Invoice Financing, serta Modal Kawan Mikro, yang masing-masing memiliki segmen UMKM yang berbeda.
Sebagai contoh, upaya blusukan terbaru Modalku, yaitu menggandeng platform pembukuan arus kas dan penyedia digitalisasi usaha BukuWarung, yang di dalamnya berisi potensi menjaring 6,5 juta UMKM dalam ekosistem.
Adapun, Chief Marketing Officers PT Lunaria Annua Teknologi (KoinWorks) Jonathan Bryan sepakat bahwa ekosistem digital bakal membawa calon borrower mendapatkan kemudahan, serta potensi pengenaan bunga dan biaya layanan yang lebih murah karena sudah memiliki rekam jejak.
"Lewat bekerjasama dengan partner, digital footprint mereka secara aman dikirimkan ke KoinWorks. Integrasi bisa dilakukan dari partner ke KoinWorks, bisa juga dilakukan dari KoinWorks ke partner. Sehingga semua peminjam selaku pengguna KoinWorks bisa secara berkelanjutan menggunakan berbagai fitur KoinWorks untuk membantu scale-up bisnisnya," ungkapnya kepada Bisnis.
Sebagai gambaran, KoinWorks dipercaya untuk mengakomodasi kebutuhan pinjaman produktif untuk UMKM klien perusahaan penyedia solusi digital dan payment gateway PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk (CASH) dan menjajaki penyediaan akses permodalan untuk para pengguna platform point-of-sale (POS) dan pencatatan transaksi Qasir besutan PT Solusi Teknologi Niaga.