Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Terbitkan Aturan Baru Asuransi Unit Linked. Berlaku Mulai 14 Maret

Penerbitan ketentuan ini untuk meningkatkan aspek perlindungan konsumen serta peningkatan tata kelola dan manajemen risiko bagi perusahaan asuransi, agar pemasaran produk PAYDI atau unit linked ini tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
Karyawan menjawab telepon di Call Center Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan menjawab telepon di Call Center Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (SEOJK PAYDI) atau yang dikenal dengan unit linked.

SEOJK PAYDI mengatur penyelenggaraan PAYDI oleh perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah, termasuk unit usaha syariah mulai berlaku sejak 14 Maret 2022.

“Penerbitan ketentuan ini untuk meningkatkan aspek perlindungan konsumen serta peningkatan tata kelola dan manajemen risiko bagi perusahaan asuransi, agar pemasaran produk PAYDI atau unit linked ini tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari,” kata Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi melalui keterangan tertulisnya, Rabu (23/3/2022).

Riswinandi mengungkapkan, SEOJK PAYDI mendorong perbaikan pada tiga aspek utama, yaitu praktik pemasaran, transparansi informasi, dan tata kelola aset PAYDI. Perbaikan praktik pemasaran dan transparansi informasi diharapkan dapat memastikan bahwa pemegang polis PAYDI benar-benar telah memahami PAYDI yang dibeli, termasuk mengenai manfaat asuransi, biaya-biaya, dan risiko yang ditanggung oleh pemegang polis.

"Hal ini mempertimbangkan tingkat literasi asuransi yang masih rendah, sementara PAYDI merupakan produk asuransi yang kompleks karena menggabungkan unsur asuransi dan investasi," ujarnya.

Adapun, perbaikan tata kelola aset PAYDI ditujukan agar aset PAYDI dikelola dengan lebih hati-hati sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap pengelolaan aset PAYDI. Dengan demikian, sengketa dan permasalahan dalam pengelolaan PAYDI yang terjadi selama ini diharapkan tidak terulang pada masa mendatang.

Dalam proses pemasaran, kata Riswinandi, perusahaan harus melakukan penilaian atas kebutuhan dan kemampuan pemegang polis, profil risiko pemegang polis, serta memastikan bahwa PAYDI yang dibeli telah sesuai dengan hasil penilaian tersebut. Selain itu, perusahaan juga harus memberikan penjelasan yang akurat, jelas, dan lengkap mengenai spesifikasi PAYDI yang dipasarkan serta melakukan konfirmasi pemahaman pemegang polis atas PAYDI yang dibeli.

Setelah pemegang polis membeli PAYDI, perusahaan harus melakukan welcoming call kepada pemegang polis untuk konfirmasi ulang bahwa PAYDI yang dibeli telah sesuai dengan permohonan dan dipahami dengan baik. Untuk mengantisipasi potensi perselisihan di kemudian hari, perusahaan harus mendokumentasikan proses penjelasan produk dan welcoming call tersebut dalam bentuk rekaman.

Selain itu, dalam SEOJK PAYDI juga diatur isi minimum yang harus dicantumkan dalam ringkasan informasi produk yang disampaikan kepada calon pemegang polis.

Pada aspek transparansi kepada pemegang polis, perusahaan harus menyampaikan informasi kepada pemegang polis secara berkala berupa publikasi nilai aset bersih secara harian, penyampaian laporan nilai tunai yang memuat mutasi dan saldo nilai tunai masing-masing polis paling sedikit setiap tiga bulan atau sesuai dengan periode pembayaran premi, dan penyampaian laporan perkembangan masing-masing subdana (fund factsheet) yang dikelola perusahaan paling sedikit setiap 3 bulan.

Selain itu, di dalam SEOJK PAYDI juga diatur isi minimum laporan nilai tunai dan laporan perkembangan subdana.

Untuk mendorong perbaikan tata kelola aset PAYDI, SEOJK PAYDI mengatur kewajiban untuk melakukan evaluasi atas strategi dan kinerja investasi secara berkala, kompetensi minimum SDM pengelola investasi, batasan investasi pada pihak terkait, bukan pihak terkait, reksa dana, dan instrumen luar negeri, dan penatausahaan aset PAYDI oleh bank kustodian.

Dalam pengelolaan aset PAYDI, perusahaan juga harus melakukan evaluasi atas kecukupan nilai tunai pemegang polis, terutama dalam hal pemegang polis akan menambah asuransi tambahan (rider), mengambil cuti premi, melakukan penarikan nilai tunai, dan menambah besaran uang pertanggungan.

Selain ketiga area utama perbaikan tersebut, penyempurnaan aturan PAYDI juga mengatur mengenai spesifikasi produk untuk mengurangi potensi sengketa terkait dengan spesifikasi produk, antara lain mengenai cuti premi, waiting period, dan waktu penerimaan premi. Kemudian juga terdapat pengaturan mengenai persyaratan perusahaan yang dapat menjual PAYDI sehingga diharapkan perusahaan telah memiliki dukungan SDM dan sistem pendukung pengelolaan PAYDI.

"Penguatan seluruh aspek regulasi tersebut akan diiringi dengan pengawasan agar permasalahan pada PAYDI dapat diminimalisir, konsumen PAYDI lebih terlindungi, dan industri asuransi dapat tetap tumbuh dengan mengedepankan praktik usaha yang sehat," kata Riswinandi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper