Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom BSI (BRIS) Sebut Bank Indonesia Akan Jaga Momentum Pemulihan

Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menjaga suku bunga acuan di level akomodatif guna mendukung pemulihan perekonomian nasional.
Karyawan keluar dari pintu salah satu gedung Bank Indonesia di Jakarta, Senin, (20/1/2020).  Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan keluar dari pintu salah satu gedung Bank Indonesia di Jakarta, Senin, (20/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) Banjaran Surya Indrastomo memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menjaga suku bunga acuan di level akomodatif guna mendukung pemulihan perekonomian nasional.

Menurutnya, tekanan inflasi masih berada di jangkauan yang sehat dan terkendali. Sebaliknya, permintaan yang mendorong inflasi dari momentum lebaran membawa berkah ke perputaran uang di daerah, serta menstimulus perekonomian daerah.

“Dari luar, Indonesia juga masih mencatatkan net commodity surplus di tengah kenaikan harga komoditas utama sehingga, momentum pemulihan ini perlu dijaga dan tidak boleh terlewat,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (24/5/2022).

Sebagaimana diketahui, BI menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Mei 2022 pada 23-24 Mei 2022. Konsensus pasar memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRR) bertahan di 3,50 persen atau terendah sejak Indonesia merdeka.

Sementara itu, Chief Economist BRI sekaligus Direktur Utama BRI Research Institute Anton Hendranata menyatakan suku bunga acuan sebaiknya bertahan di level 3,50 persen.

Menurutnya, ada beberapa hal yang membuat BI perlu mempertahankan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Salah satu faktornya, kata Anton adalah tekanan inflasi yang dialami Indonesia tidak seburuk negara-negara lain.

Sampai saat ini, lanjutnya, inflasi Indonesia sekitar 3,47 persen pada April 2022 atau naik dari posisi Maret yang sebesar 2,64 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Tingkat inflasi ini lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat (AS) yang mencapai 8,3 persen yoy.

Anton menambahkan pemerintah juga menyadari bahwa tren inflasi yang terus merangkak naik harus segera dicegah supaya tidak berlari kencang. Tingginya inflasi akan memukul daya beli masyarakat, sehingga mengganggu pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

“Saya kira keputusan pemerintah untuk menaikkan subsidi energi sekitar Rp74,9 triliun [naik 48,8 persen dari rencana awal APBN 2022] dan menaikkan kompensasi BBM dan listrik sebesar Rp275,0 triliun [naik 512,7 persen] harus kita sambut dengan baik,” ujarnya, Selasa (24/5).

Menurutnya, kebijakan itu memberikan sinyal bahwa tekanan terhadap harga energi, BBM, dan tarif listrik sudah diminalisasi pemerintah. Artinya, tekanan inflasi Indonesia seharusnya tidak sebesar negara yang memberlakukan harga pasar untuk energi, BBM, dan listrik.

Dia pun memperkirakan langkah tersebut dapat meredam ekspektasi inflasi ke depannya, yang cenderung bergerak liar. “Sejalan dengan upaya pemerintah menekan laju inflasi, ada baiknya BI mempertahankan suku bunga acuannya pada bulan ini, yaitu 3,50 persen,” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper