Bisnis.com, JAKARTA — Sepuluh bank resmi menjadi peserta BI Fast tahap keempat, yang terdiri atas enam bank konvensional dan empat bank berstatus unit usaha syariah atau USS. Dengan demikian, ke-10 bank akan melayani biaya transfer antarbank sebesar Rp2.500.
Enam bank konvensional tersebut adalah Bank Index, BPD Sumsel Babel, BPD Nagari, BPD Kalbar, BPD DIY, serta MNC bank. Sementara itu, empat bank UUS ialah BPD Sumsel Babel Syariah, BPD Nagari Syariah, BPD Kalbar Syariah, dan BPD DIY Syariah.
Direktur Utama Bank Nagari Muhamad Irsyad menyampaikan pihaknya siap mendorong dan berkolaborasi dengan bank maupun nonbank lain untuk mendukung akselerasi digital. Salah satunya melalui BI Fast yang resmi terafiliasi dengan Bank Indonesia.
“Sehingga keberadaan BPD memiliki nilai lebih dari sisi perbankan, percepatan pertumbuhan ekonomi nasional melalui kolaborasi perbankan, serta mendorong masyarakat untuk mulai digital savvy dalam bertransaksi,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (27/9/2022).
Sementara itu, Presiden Direktur Bank Index Gimin Sumalim menyatakan bahwa kerja sama antara perseroan dengan PT Rintis Sejahtera akan memberikan efisiensi bagi Bank Index dalam mengimplementasikan BI-Fast.
Pasalnya, tingginya biaya investasi yang dibutuhkan untuk menjadi peserta langsung BI Fast dinilai cukup tinggi, sehingga hal tersebut menjadi pertimbangan bagi Bank Index untuk bergabung dengan multi-tenancy infrastruktur sharing yang diselenggarakan PT Rintis Sejahtera.
Baca Juga
Direktur Marketing PT Rintis Sejahtera Suryono Hidayat menyebut layanan diharapkan mampu memberikan efisiensi layanan pembayaran digital dan service level yang tinggi bagi bank mitra di tengah disrupsi pandemi, serta dampak ketidakpastian kondisi geopolitik global.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) telah menyatakan bahwa keberadaan sistem pembayaran BI Fast dengan biaya transfer senilai Rp2.500 tidak mengganggu laju pertumbuhan pendapatan komisi (fee-based income/FBI) perbankan.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Fitria Irmi Triswati mengatakan BI Fast dibangun untuk mendukung konsolidasi industri dan integrasi ekonomi dan keuangan digital nasional secara end-to-end, serta mendukung tercapainya sistem pembayaran yang cepat.
Fitria menjelaskan implementasi fast payment juga menjadi tren di berbagai negara. Bank sentral di dunia bahkan mulai mereposisi perannya untuk menjaga keseimbangan inovasi dan risiko.
Bank sentral di Eropa misalnya, yang telah menghadirkan TARGET Instant Payment Settlement (TIPS) pada 2019. Adapun, bank sentral Amerika Serikat atau The Fed juga baru mulai mengembangkan FedNow yang akan meluncur pada 2023 – 2024.
Di Indonesia, penetapan skema harga BI Fast dari BI ke bank ditetapkan sebesar Rp19 per transaksi, sementara dari bank ke nasabah ditetapkan maksimal Rp2.500 per transaksi dan akan direviu secara berkala.