Bisnis.com, JAKARTA — Dua bank pelat merah, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BBNI dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. atau BMRI dalam waktu berdekatan menyalurkan kredit modal kerja senilai total Rp3,5 triliun pada PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE).
Perinciannya, BNI tercatat memberikan kredit senilai Rp1 triliun, sementara Bank Mandiri mengucurkan dana sebesar Rp2,5 triliun. Fasilitas kredit dari dua bank BUMN ini akan digunakan BSDE untuk menggenjot ekspansi usaha hingga aksi korporasi lainnya.
Direktur Consumer Banking BNI Corina Leyla Karnalies mengatakan sinergi antara BNI dan BSDE merupakan momen yang tepat untuk mendorong pertumbuhan bisnis, peningkatan performa, dan juga penjualan dari salah satu emiten properti tersebut.
Selain itu, pemberian fasilitas kredit ini merupakan salah satu bentuk komitmen dari emiten bank bersandi BBNI ini untuk mendukung perkembangan bisnis sektor properti di Indonesia.
“Kami sebagai pelaku industri perbankan pun terus mencari peluang untuk mengakselerasi pertumbuhan kinerja sehingga terus dapat mendorong pemulihan ekonomi,” ujarnya, pekan lalu.
Sementara itu, Direktur Bumi Serpong Damai Hermawan Wijaya dalam keterbukaan informasi menjelaskan fasilitas kredit dari Bank Mandiri dapat dimanfaatkan BSDE dengan jangka waktu 60 bulan atau 5 tahun sejak tanggal penandatanganan yang jatuh pada 12 Desember 2022.
Akan tetapi, di balik semarak kucuran kredit bank kepada korporasi, Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa permintaan kredit korporasi melambat per November 2022 di tengah ancaman resesi global.
Berdasarkan Survei Penawaran dan Permintaan Pembiayaan Perbankan November 2022, korporasi di sejumlah sektor lebih memilih menggunakan dana sendiri untuk memenuhi kebutuhan bisnisnya dibandingkan kredit di perbankan.
Bank sentral menyebutkan kebutuhan pembiayaan untuk korporasi terindikasi tumbuh melambat, tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 13,2 persen per November 2022. Angka ini lebih rendah dibandingkan 14,4 persen per Oktober 2022.
Sejumlah sektor yang mencatatkan perlambatan kebutuhan pembiayaan antara lain konstruksi, jasa keuangan, dan penyedia makanan minum. Kebutuhan pembiayaan konstruksi misalnya tercatat melambat dari 2,7 persen per Oktober menjadi hanya 0,8 persen per November.
Sejumlah faktor menjadi penyebab perlambatan itu, mulai dari penurunan kegiatan operasional lantaran melemahnya permintaan domestik hingga ekspor. Faktor lain adalah penundaan rencana investasi, lemahnya permintaan karena turunnya harga komoditas, serta efisiensi suku bunga.