Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siasat Jangka Panjang OJK di Balik Merger Bank Milik James Riady (NOBU) dan Hary Tanoe (BABP)

Merger PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) dan PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) disebut sebagai contoh yang tepat dalam aksi korporasi perbankan.
Logo PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) dan PT Bank National Nobu Tbk. (NOBU).
Logo PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) dan PT Bank National Nobu Tbk. (NOBU).

Bisnis.com, JAKARTA - Bank milik taipan James Riady, PT Bank Nationalnobu Tbk. (Nobu) dengan bank milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) bersiap untuk merger tahun ini. Langkah merger seiring dengan upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengkonsolidasikan perbankan.

Kepala Eksekutif Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pihaknya menyambut baik apabila ada inisiatif merger dari perbankan seperti yang kemudian diajukan oleh Bank Nobu dan Bank MNC. Kedua bank diperkirakan akan akan merger pada Agustus 2023. 

Dian mengatakan kedua bank telah menyampaikan rencana merger sebelum batas waktu terakhir pemenuhan ketentuan modal inti Rp3 triliun pada 31 Desember 2022. Tujuan merger kedua bank adalah untuk naik level dan masuk ke kelompok bank dengan modal inti (KBMI) II, antara Rp6 triliun-Rp14 triliun.

"Ini akan jadi contoh merger yang sukses, sehingga bank akan bisa memberikan kontribusi kepada perekonomian nasional secara lebih baik lagi. Size is even more matter untuk bank," katanya kepada Bisnis pada Minggu (5/3/2023).

Sementara itu, merger NOBU dan BABP memang sejalan dengan upaya OJK mendorong konsolidasi perbankan. "Konsolidasi bank adalah salah satu kebijakan utama saya sampai lima tahun ke depan," ujar Dian.

OJK mendorong konsolidasi bank agar terjadi efisiensi di industri. OJK juga akan melakukan riset atau tes kebutuhan ekonomi mengenai efisiensi bank di Indonesia.

"Karena ekspektasi kami [OJK] ketentuan konsolidasi ini bukan semata-mata menaikkan modal tapi untuk memperkuat kemampuan bank untuk ekspansi dan bertahan terhadap ancaman ekonomi domestik maupun global," ujar Dian.

Selain NOBU dan BABP, Dian mengatakan tren konsolidasi akan terus terjadi di Indonesia. "Ini akan terjadi di bank umum, bank syariah, BPR [bank perkreditan rakyat], dan BPD [bank pembangunan daerah]," kata Dian.

Di BPD, OJK akan merilis kebijakan baru untuk mendorong konsolidasi dengan meluncurkan aturan terkait Kelompok Usaha Bank (KUB). Secara garis besar, ada beberapa poin penting terkait regulasi KUB itu, di antaranya, sehubungan dengan pembangunan tata kelola dan sistem teknologi informasi (information technology/IT) secara seragam hingga terkait pembagian dividen.

Menurut kacamata OJK, diperlukan terobosan kebijakan untuk mendorong perbaikan kinerja BPD. Dengan kinerja yang membaik, BPD diharapkan mampu berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian di daerahnya masing-masing.

Sementara di BPR, OJK tahun ini mengincar merger BPR dalam satu grup karena langkah itu paling mudah dilakukan. "OJK arahkan BPR yang dimiliki satu orang untuk dimerger, ada semacam single presence policy," katanya.

Kebijakan single presence policy merupakan kebijakan yang melarang suatu pihak mengendalikan lebih dari satu bank. Kemudian, ada opsi untuk mengubah struktur di dalam bank itu. "Kebijakannya jadikan BPR-BPR itu merger. BPR yang dibawa merger jadi cabang-cabangnya," ungkap Dian.

Awal tahun ini, ada 10 bank BPR yang kemudian bersiap merger menjadi 1 BPR. Ke-10 BPR peserta merger itu adalah PT BPR Modern Express, PT BPR Irian Sentosa, PT BPR Palu Lokadana Utama, PT BPR Modern Express Jateng, PT BPR Modern Express NTT, PT BPR Modern Express Sultra, PT BPR Modern Express Sulawesi Selatan, PT BPR Modern Express Papua Barat, PT BPR Modern Express Maluku Utara, dan PT BPR Modern Express Sulut. Ke-10 BPR itu akan merger menjadi satu BPR yakni PT BPR Modern Express.

Di sisi lain, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi perbankan dalam upayanya melakukan konsolidasi. Dengan konsolidasi, bank harus mampu menjaga risiko kredit macet (nonperforming loan/NPL) dan likuiditasnya secara bersama-sama. 

Bank yang menjalankan aksi konsolidasi juga perlu menjaga rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Kemudian, ada kemungkinan peningkatan biaya lain-lain dari aksi konsolidasi. "Penting juga menyamakan budaya kerja dan SDM yang nantinya akan bekerja di bank hasil konsolidasi, karena biasanya akan ada rasionalisasi pegawai," ujar Amin.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah juga mengatakan bahwa tantangan terbesar dari bank yang menjalankan aksi konsolidasi seperti merger adalah ego pemilik. Sebab, dengan konsolidasi kepemilikan pasti berubah.

Sedangkan, dalam aksi merger, ia mengatakan bahwa tantangan yang akan dihadapi adalah menggabungkan dua budaya dan dua sistem yang berbeda. “Penggabungan budaya dipastikan akan membutuhkan proses,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper