Di BPD, OJK akan merilis kebijakan baru untuk mendorong konsolidasi dengan meluncurkan aturan terkait Kelompok Usaha Bank (KUB). Secara garis besar, ada beberapa poin penting terkait regulasi KUB itu, di antaranya, sehubungan dengan pembangunan tata kelola dan sistem teknologi informasi (information technology/IT) secara seragam hingga terkait pembagian dividen.
Menurut kacamata OJK, diperlukan terobosan kebijakan untuk mendorong perbaikan kinerja BPD. Dengan kinerja yang membaik, BPD diharapkan mampu berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian di daerahnya masing-masing.
Sementara di BPR, OJK tahun ini mengincar merger BPR dalam satu grup karena langkah itu paling mudah dilakukan. "OJK arahkan BPR yang dimiliki satu orang untuk dimerger, ada semacam single presence policy," katanya.
Kebijakan single presence policy merupakan kebijakan yang melarang suatu pihak mengendalikan lebih dari satu bank. Kemudian, ada opsi untuk mengubah struktur di dalam bank itu. "Kebijakannya jadikan BPR-BPR itu merger. BPR yang dibawa merger jadi cabang-cabangnya," ungkap Dian.
Awal tahun ini, ada 10 bank BPR yang kemudian bersiap merger menjadi 1 BPR. Ke-10 BPR peserta merger itu adalah PT BPR Modern Express, PT BPR Irian Sentosa, PT BPR Palu Lokadana Utama, PT BPR Modern Express Jateng, PT BPR Modern Express NTT, PT BPR Modern Express Sultra, PT BPR Modern Express Sulawesi Selatan, PT BPR Modern Express Papua Barat, PT BPR Modern Express Maluku Utara, dan PT BPR Modern Express Sulut. Ke-10 BPR itu akan merger menjadi satu BPR yakni PT BPR Modern Express.
Di sisi lain, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi perbankan dalam upayanya melakukan konsolidasi. Dengan konsolidasi, bank harus mampu menjaga risiko kredit macet (nonperforming loan/NPL) dan likuiditasnya secara bersama-sama.
Baca Juga
Bank yang menjalankan aksi konsolidasi juga perlu menjaga rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Kemudian, ada kemungkinan peningkatan biaya lain-lain dari aksi konsolidasi. "Penting juga menyamakan budaya kerja dan SDM yang nantinya akan bekerja di bank hasil konsolidasi, karena biasanya akan ada rasionalisasi pegawai," ujar Amin.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah juga mengatakan bahwa tantangan terbesar dari bank yang menjalankan aksi konsolidasi seperti merger adalah ego pemilik. Sebab, dengan konsolidasi kepemilikan pasti berubah.
Sedangkan, dalam aksi merger, ia mengatakan bahwa tantangan yang akan dihadapi adalah menggabungkan dua budaya dan dua sistem yang berbeda. “Penggabungan budaya dipastikan akan membutuhkan proses,” katanya.