Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank asing tercatat mendorong pembiayaan yang ramah lingkungan atau pembiayaan hijau di Indonesia. Hal ini seiring dengan potensi ekonomi transisi yang besar di Tanah Air.
Standard Chartered PLC. (StanChart) misalnya secara global berinovasi meluncurkan produk keuangan berkelanjutan baru. Produk ini seperti pembiayan hijau perdagangan berkelanjutan hingga perjanjian pembelian kembali yang dikaitkan dengan kriteria environmental, social, and governance (ESG).
Bank juga meluncurkan green mortgage, green auto loan dan sustainable deposit. Bank menargetkan untuk memobilisasi pembiayaan hijau dan transisi sebesar US$300 miliar pada akhir dekade ini.
Chairman Standard Chartered Group Jose Vinals mengatakan upaya mendorong pembiayaan hijau juga dilakukan di Indonesia sebagai pasar yang potensial.
"Apalagi, Indonesia telah sukses menjadi penanggung jawab Presidensi G20," ujar Jose dalam Editors Roundtable yang digelar Standard Chartered pada Kamis (15/6/2023).
Baca Juga
Penerapan keuangan berkelanjutan memamg menjadi salah satu isu yang diangkat dalam pertemuan puncak G20 di Indonesia tahun lalu. Jose juga mengatakan sejauh ini bank mempunyai berbagai portofolio pembiayaan hijau di Indonesia. "Kami memiliki platform transisi, terdapat proyek PLTS Cirata. Ini proyek yang juga sangat besar untuk ruang energi baru, sehingga menjadi peluang membantu Indonesia," ujarnya.
Standard Chartered turut membiayai proyek PLTS Cirata 145 Megawatt. PLTS ini akan menyediakan listrik yang cukup untuk menyalakan 50.000 rumah, dan akan mengimbangi 214.000 ton emisi karbon dioksida.
Standard Chartered juga berkerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan ambil bagian sebagai Joint Green Structuring Advisor.
Berdasarkan Laporan Dampak Keuangan Berkelanjutan 2022 yang dirilis perusahaan, aset keuangan berkelanjutan bank telah mencapai US$13,5 miliar (sekitar Rp201,97 triliun), tumbuh 30 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Lebih dari 90 persen aset keuangan berkelanjutan bank berlokasi di Asia, Afrika, dan Timur Tengah.
Di sisi lain, DBS Group Holding Ltd. melalui PT Bank DBS Indonesia juga gencar mendorong pembiayaan hijau di Indonesia. Secara global hingga akhir 2022, DBS telah menyalurkan total pembiayaan berkelanjutan mencapai 61 miliar dolar Singapura atau Rp672,51 triliun.
Aksi Pembiayaan Hijau DBS Hingga Citibank
Executive Director, Treasury & Markets M. Suryo Mulyono mengatakan DBS juga mendorong akselerasi penarapan ekonomi hijau di Indonesia melalui pencanangan target net zero emission akan terwujud pada 2050 mendatang. Target ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan target yang ditetapkan pemerintah pada 2060.
"Artinya, Bank DBS sendiri berusaha untuk terus proaktif. Kami mengajak para nasabah dan stakeholder kami untuk sama-sama melakukan upaya pencapaian net zero ini," ujar Mulyono.
Tahun lalu, DBS telah memberikan fasilitas pinjaman senilai Rp394,14 miliar (US$27,5 juta) kepada PT Jaya Bumi Paser (JBP), anak usaha Indika Energy.
Kerja sama antara Bank DBS Indonesia dan Indika Energy merupakan transisi pembiayaan untuk mendanai proyek pengembangan sumber energi baru dan terbarukan berbasis biomassa yaitu wood pellet yang akan dilakukan oleh JBP.
Tak kalah gencar, PT Bank UOB Indonesia mendorong pembiayaan hijau di Indonesia melalui target ambisius. “Target [pembiayaan hijau] kami ambisius. Dalam 3–5 tahun ke depan pertumbuhannya 4-5 kali lipat dari yang sudah ada. Saya dapat menyampaikan pembiayaan berkelanjutan, ini cukup signifikan dan menjadi mesin pertumbuhan kredit kami,” kata Wholesale Banking Director UOB Indonesia Harapman Kasan.
Ia mengatakan portofolio pembiayaan perusahaan dari sektor energi terbarukan tumbuh signifikan. Beberapa nasabah perseroan juga terus mencari dan mengembangkan sebuah proyek berkelanjutan dan go green.
Di Indonesia, UOB telah meluncurkan platform pendanaan terintegrasi U-Energy untuk mendorong pembangunan berkelanjutan yang dikhususkan bagi perumahan dan gedung sebagai wujud aktif perseroan ikut berkontribusi pada program target net-zero yang ditetapkan pemerintah pada 2060.
Lalu, PT Bank HSBC Indonesia turut serta mendongkrak pembiayaan hijau di Indonesia. Secara global, HSBC telah mengalokasikan hingga US$1 triliun dalam keuangan dan investasi pada 2030 untuk mendukung klien dalam membuktikan bisnis mereka di masa depan, termasuk pembiayaan hijau.
Bank asing lainnya Citigroup melalui Citibank, N.A., Indonesia terus menggenjot pembiayaan hijau salah satunya melalui peluncuran obligasi hijau atau green bond. Terbaru, Citi terlibat dalam penerbitan perdana green bond PT Pertamina Energy Geothermal Energy Tbk (PGE) sebagai joint global coordinator untuk tahapan marketing dan joint lead manager. Nilai penerbitan green bond itu mencapai US$400 juta dengan tenor lima tahun.
Citi juga telah terlibat dalam pemberian fasilitas pembiayaan bersama untuk PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) senilai US$100 juta. Pembiayaan tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan hunian bagi keluarga berpenghasilan rendah dan menengah.
Upaya bank-bank asing itu mendongkrak pembiayaan hijau karena potensi pasar yang besar. Head of Sustainability and Corporate Transitions Citi Asia Pacific Rapheal Erasmus mengatakan transaksi hijau menghadirkan peluang investasi yang besar bagi Indonesia.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan tujuannya untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060, dan berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen pada 2030 hingga 41 persen dengan dukungan keuangan internasional. Dalam upayanya itu, Indonesia membutuhkan US$150 miliar hingga US$200 miliar per tahun untuk memenuhi tujuan nol bersihnya pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Ini adalah kebutuhan pendanaan yang besar dan akan membutuhkan dukungan dari modal publik dan swasta,” kata Rapheal.
Ditambah, Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tengara yang memiliki risiko paling besar terkena dampak perubahan iklim. Berdasarkan data Bank Pembangunan Asia, perubahan iklim akan memangkas Pertumbuhan Domestik Bruto (GDP) negara-negara di Asia Tenggara sebesar 11 persen pada akhir abad ini.