Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk siap berperan sebagai penghubung antara pasar keuangan dan bursa karbon yang segera beroperasi guna mendukung keberlanjutan. Bursa karbon sendiri rencananya akan diselenggarakan pada akhir September 2023.
Bursa karbon adalah tempat mempertemukan penjual jasa penyerapan emisi karbon dengan pembeli yang memproduksi karbon dioksida berlebih. Perdagangan karbon dianggap sebagai satu cara paling menjanjikan untuk mereduksi emisi gas rumah kaca terutama karbon dioksida.
Wakil Direktur Bank Mandiri Alexandra Askandar menyebut pihaknya akan secara proaktif berkolaborasi dengan berbagai stakeholders, baik dengan regulator (OJK), kementerian, penyelenggara bursa karbon, maupun lembaga lain yang terkait.
“Sebagai bank pertama yang telah meluncurkan digital carbon tracking di Indonesia, Bank Mandiri berharap dapat berpartisipasi dalam perdagangan karbon dan telah menargetkan NZE secara operasional pada 2030,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (7/9/2023).
Lebih lanjut, pihaknya pun mendukung perdagangan karbon lintas batas di Asean-Indo Pasifik yang bisa berdampak positif pada perekonomian dan kelestarian lingkungan.
Alexandra pun mencatat Bank Mandiri terus berupaya mengurangi jejak karbon setiap tahunnya. Di mana, pada 2020 terjadi pengurangan emisi sebesar 46.261 tCO2e, lalu pada 2021 sebesar 47.328 tCO2e, disusul pada 2022 sebesar 59.076 tCO2e.
Baca Juga
Mengadopsi ISO 14064-1,2,3 dan Green Gas House (GHG) Protocol Standard, perhitungan jejak karbon operasional Bank Mandiri terbagi dalam tiga cakupan emisi, yaitu Fuel (BBM, solar genset, pendingin), Electricity (listrik) dan Business Travel (perjalanan dinas).
Saat ini, memang Bank Mandiri terus menggenjot pembiayaan hijau (green financing) serta pendanaan (sustainable funding).
Terbukti, hingga semester I/2023, penyaluran portofolio berkelanjutan Bank Mandiri mencapai Rp242 triliun. Bila dirinci, pembiayaan untuk kategori hijau mencapai Rp115 triliun, sementara untuk kategori sosial mencapai Rp127 triliun.
“Penyaluran green financing ini sekaligus merupakan bentuk dukungan Bank Mandiri terhadap pemerintah menuju ekonomi rendah karbon, di mana penerapannya mengedepankan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan atau Environment, Social and Governance (ESG),” ujarnya.
Adapun beberapa sektor yang mendominasi antara lain sektor pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) sebesar Rp95,6 triliun, energi terbarukan (renewable energy) sebesar Rp8,9 triliun, eco-efficient products Rp4,7 triliun, transportasi ramah lingkungan (clean transportation) Rp3,2 triliun, serta sektor hijau lainnya Rp 2,8 triliun.
Selain itu, untuk mendukung peningkatan green financing, Bank Mandiri juga melakukan pengembangan solusi keuangan berkelanjutan.
Di mana, pihaknya telah membentuk ESG unit yang berfungsi sebagai control tower dalam implementasi aspek berkelanjutan serta telah memiliki ESG financing desk yang mampu menawarkan berbagai solusi keuangan berkelanjutan yang inovatif dalam mengakselerasi ekonomi rendah karbon, seperti green loan, transition financing, serta Sustainability Linked-Loan (SLL)
Untuk mendukung pertumbuhan green financing, Bank Mandiri juga mengembangkan berbagai instrumen pendanaan berkelanjutan. Pada 4 Juli 2023 Bank Mandiri telah menerbitkan instrumen Green Bond tahap I senilai Rp 5 triliun.
Sebagai informasi, OJK resmi menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon dan Bursa Karbon pada Kamis (3/8/2023).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan bahwa POJK Perdagangan Karbon dan Bursa Karbon akan mengatur tentang ketentuan umum bursa karbon, jenis unit karbon yang diperdagangkan, ketentuan unit karbon yang merupakan efek, hingga tata cara perizinan perdagangan bursa karbon.
Terkait mekanismenya, Inarno mengatakan untuk saat ini yang dapat berpartisipasi dalam perdagangan karbon adalah pelaku usaha yang telah memiliki Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEGRK) dan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) yang tercatat dalam SRN PPI oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Tentunya sangat dimungkinkan ke depannya investor ritel bisa masuk, tapi mungkin tidak masuk dalam perdagangan karbon, melainkan dalam produk-produk turunannya," katanya dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner OJK Agustus 2023, Selasa (5/9/2023)