Gaet Perusahaan Portofolio Miliarder Hong Kong
Di BJJ, Astra tidak sendiri. Astra menggaet perusahaan teknologi keuangan asal Hong Kong WeLab Sky Limited. Astra Financial dan WeLab masing-masing memiliki saham BJJ sebesar 49,56%, dan menjadi pemegang saham mayoritas sekaligus pengendali BJJ.
WeLab adalah unicorn dengan valuasi US$1 triliun. WeLab didukung oleh miliarder asal Hong Kong Li Ka-Shing melalui TOM Group Ltd., perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki CK Hutchison Holdings Ltd.
Selain Li Ka-Shing, WeLab memiliki jajaran investor seperti Khazanah Nasional Berhad hingga Sequioa Capital.
WeLab telah memulai bank digital di Hong Kong pada 2019. Indonesia menjadi pasar kedua WeLab di Asia. WeLab saat ini mengoperasikan platform kredit konsumen WeLend di Hong Kong dan WeLab Digital di daratan Cina.
Astra mengandalkan kemampuan teknologi digital di WeLab untuk mengembangkan BJJ. "Kehadiran Bank Saqu sejalan dengan fokus strategis untuk memperluas kehadiran kami dan menyediakan layanan keuangan berbasis teknologi, dimulai di Hong Kong, dan kini di Indonesia," tutur Founder dan Group CEO WeLab Simon Loong.
Kinerja Keuangan Bank Jasa Jakarta
Baca Juga
Setelah proses akusisi rampung pada tahun lalu, BJJ pun kaya akan modal. Tercatat, BJJ mempunyai rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) 179,35% pada September 2023. "CAR besar karena kami masih dalam tahap pengembangan," kata Leo.
Namun, seiring dengan tahap pengembangan, BJJ mencatatkan kinerja keuangan yang menurun. Hingga kuartal III/2023, BJJ memang masih meraup laba bersih Rp47,37 miliar. Meski begitu, laba bank susut 10,53% dibandingkan laba bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp52,95 miliar.
BJJ sebenarnya mencatatkan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang melesat 140,54% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp402,1 miliar pada kuartal III/2023. Margin bunga bersih (net interest margin/NIM) bank pun naik dari 3,19% pada September 2022 menjadi 5,18% pada September 2023.
Namun, BJJ mencatatkan pembengkakan sejumlah beban. BJJ misalnya mencatatkan peningkatan beban tenaga kerja dari Rp75,74 miliar pada September 2022 menjadi Rp131,89 miliar pada September 2023.
Beban promosi juga membengkak dari Rp2,61 miliar menjadi Rp3,8 miliar. Sementara, beban lainnya melonjak dari Rp34,77 miliar menjadi Rp206,91 miliar.
Alhasil, beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) naik dari 77,78% menjadi 89,3%. Semakin tinggi rasio BOPO menunjukkan semakin tidak efisiennya perbankan dalam menjalankan usahanya.
Sejalan dengan laba, aset bank turun 4,34% yoy menjadi Rp11,23 triliun pada kuartal III/2023. Simpanan nasabah juga turun 12,65% yoy menjadi Rp4,97 triliun.
Peta Persaingan Bank Digital Kian Ramai
Sebelum Bank Saqu, tahun ini telah bermunculan bank-bank digital baru. Hibank yang sebelumnya bernama PT Bank Mayora masuk ke industri bank digital dengan berfokus pada segmen UMKM. Hibank sendiri merupakan bank digital besutan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI).
Kemudian, Superbank yang sebelumnya bernama PT Bank Fama International Tbk. mengandalkan ekosistem Grup Emtek, Grab, hingga Singtel.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan munculnya bank digital baru itu akan membuat persaingan di industri bank digital semakin ketat. Bank-bank digital baru itu harus siap bersaing dengan bank-bank digital lain seperti Bank Jago hingga Seabank.
"Mereka masih akan berdarah-darah dan bakar-bakar uang untuk bisa menarik nasabah baru baik dari sisi funding maupun lending," katanya kepada Bisnis.