Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertaruhan Astra di Bisnis Perbankan lewat Bank Saqu, Saingi Jago Seabank Cs

Masuknya Astra ke bisnis bank melalui Bank Saqu bukan kejadian pertama kalinya. Astra sebelumnya pernah memiliki 44,56% saham di PT Bank Permata Tbk. (BNLI).
Peluncuran Bank Saqu besutan Astra Group, Senin (20/11/2023)/Bisnis-Fahmi A. Burhan
Peluncuran Bank Saqu besutan Astra Group, Senin (20/11/2023)/Bisnis-Fahmi A. Burhan

Bisnis.com, JAKARTA – PT Astra International Tbk. (ASII) kian serius menggarap pasar perbankan di Indonesia melalui bank hasil akuisisinya tahun lalu yakni PT Bank Jasa Jakarta (BJJ). Terbaru, bank besutan Astra itu meluncurkan layanan digital bernama Bank Saqu guna menyaingi bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO) hingga PT Bank SeaBank Indonesia (SeaBank).

Masuknya Astra ke bisnis bank bukan kejadian pertama kalinya. Astra sebelumnya pernah memiliki 44,56% saham di PT Bank Permata Tbk. (BNLI). Namun, pada 2020 Astra melepas kepemilikan saham di BNLI kepada Bangkok Bank dengan transaksi penjualan mencapai Rp16,83 triliun.

Setelah BNLI lepas, Astra kemudian mengakuisisi BJJ pada September tahun lalu lewat Astra Financial. Lewat BJJ, Astra membidik pasar perbankan yang berbeda dengan BNLI. Sejak tahun lalu, Astra berupaya mentransformasi BJJ menjadi bank digital.

Setahun berselang, BJJ melalui dorongan Astra kemudian meluncurkan layanan digital bernama Bank Saqu. "Ini jadi milestone penting hadirkan layanan perbankan digital, setelah sebelumnya Astra masuk ke BJJ pada September 2022 lalu," kata Direktur Astra sekaligus Director-in-Charge Astra Financial Suparno Djasmin dalam acara peluncuran Bank Saqu, Senin (20/11/2023).

Menurut Suparno, Astra masih berupaya masuk ke bisnis perbankan karena pasarnya dirasa besar. "Prospek perbankan Indonesia masih besar dan berkembang, unbanked dan underbanked masih besar," ujarnya.

Beragam siasat pun disiapkan Astra untuk mengembangkan BJJ, termasuk dengan mengandalkan cakupan ekosistemnya yang luas, baik offline maupun online

"Bank Saqu akan mendukung, melengkapi, dan memperkuat ekosistem jasa keuangan Grup Astra, serta mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia," ujar Suparno.

Astra diketahui memiliki lebih dari 200 anak usaha, baik perusahaan asosiasi maupun pengendalian bersama entitas. Lini bisnis Astra meluas dari mulai otomotif hingga teknologi informasi.

Di bisnis keuangan, Astra juga memiliki Astra Financial. Berderet sejumlah produk dari Astra Financial seperti FIFGROUP, Astra Life, Astra Ventura, hingga AstraPay.

Presiden Direktur Bank Jasa Jakarta Leo Koesmanto juga mengatakan integrasi layanan perbankan dengan ekosistem Astra akan dilakukan perseroan.

Selain mengandalkan ekosistem Astra, BJJ mengandalkan kemampuan platform Bank Saqu untuk meraup pendanaan. Di platform tersebut, BJJ menawarkan layanan simpanan dengan suku bunga tinggi demi menarik nasabah.

Terdapat sejumlah fitur di aplikasi Bank Saqu di antaranya Busposito yang menawarkan produk deposito berbasis komunitas dengan bunga hingga 7% per tahun. Selain itu ada fitur Saku Booster yang menawarkan bunga hingga 10% per tahun.

Leo mengatakan Bank Saqu juga menyasar pasar generasi muda, terutama para solopreneur di Indonesia, mencakup pemilik usaha kecil, pekerja lepas, dan karyawan tetap dengan pekerjaan tambahan.

Menurutnya, segmen ini secara proaktif mencari cara untuk bertumbuh, menabung lebih banyak, berinvestasi lebih banyak, atau bahkan mengambil pinjaman untuk upaya produktif.

"Ditambah dengan digitalisasi, marak e-commerce dan social commerce. Segmen solopreneur ini pun potensial," kata Leo.

Selain produk simpanan, ke depan BJJ pun menyiapkan langkah-langkah pengembangan lain di Bank Saqu, termasuk produk pinjaman. "Sementara ini kami fokus ke layanan personal banking lengkap. Tidak menutup kemungkinan berkembang ke layanan lainnya," kata Leo.

Gaet Perusahaan Portofolio Miliarder Hong Kong

Di BJJ, Astra tidak sendiri. Astra menggaet perusahaan teknologi keuangan asal Hong Kong WeLab Sky Limited. Astra Financial dan WeLab masing-masing memiliki saham BJJ sebesar 49,56%, dan menjadi pemegang saham mayoritas sekaligus pengendali BJJ.

WeLab adalah unicorn dengan valuasi US$1 triliun. WeLab didukung oleh miliarder asal Hong Kong Li Ka-Shing melalui TOM Group Ltd., perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki CK Hutchison Holdings Ltd.

Selain Li Ka-Shing, WeLab memiliki jajaran investor seperti Khazanah Nasional Berhad hingga Sequioa Capital.

WeLab telah memulai bank digital di Hong Kong pada 2019. Indonesia menjadi pasar kedua WeLab di Asia. WeLab saat ini mengoperasikan platform kredit konsumen WeLend di Hong Kong dan WeLab Digital di daratan Cina.

Astra mengandalkan kemampuan teknologi digital di WeLab untuk mengembangkan BJJ. "Kehadiran Bank Saqu sejalan dengan fokus strategis untuk memperluas kehadiran kami dan menyediakan layanan keuangan berbasis teknologi, dimulai di Hong Kong, dan kini di Indonesia," tutur Founder dan Group CEO WeLab Simon Loong.

Kinerja Keuangan Bank Jasa Jakarta

Setelah proses akusisi rampung pada tahun lalu, BJJ pun kaya akan modal. Tercatat, BJJ mempunyai rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) 179,35% pada September 2023. "CAR besar karena kami masih dalam tahap pengembangan," kata Leo.

Namun, seiring dengan tahap pengembangan, BJJ mencatatkan kinerja keuangan yang menurun. Hingga kuartal III/2023, BJJ memang masih meraup laba bersih Rp47,37 miliar. Meski begitu, laba bank susut 10,53% dibandingkan laba bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp52,95 miliar.

BJJ sebenarnya mencatatkan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang melesat 140,54% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp402,1 miliar pada kuartal III/2023. Margin bunga bersih (net interest margin/NIM) bank pun naik dari 3,19% pada September 2022 menjadi 5,18% pada September 2023.

Namun, BJJ mencatatkan pembengkakan sejumlah beban. BJJ misalnya mencatatkan peningkatan beban tenaga kerja dari Rp75,74 miliar pada September 2022 menjadi Rp131,89 miliar pada September 2023.

Beban promosi juga membengkak dari Rp2,61 miliar menjadi Rp3,8 miliar. Sementara, beban lainnya melonjak dari Rp34,77 miliar menjadi Rp206,91 miliar.

Alhasil, beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) naik dari 77,78% menjadi 89,3%. Semakin tinggi rasio BOPO menunjukkan semakin tidak efisiennya perbankan dalam menjalankan usahanya.

Sejalan dengan laba, aset bank turun 4,34% yoy menjadi Rp11,23 triliun pada kuartal III/2023. Simpanan nasabah juga turun 12,65% yoy menjadi Rp4,97 triliun. 

Peta Persaingan Bank Digital Kian Ramai

Sebelum Bank Saqu, tahun ini telah bermunculan bank-bank digital baru. Hibank yang sebelumnya bernama PT Bank Mayora masuk ke industri bank digital dengan berfokus pada segmen UMKM. Hibank sendiri merupakan bank digital besutan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI).

Kemudian, Superbank yang sebelumnya bernama PT Bank Fama International Tbk. mengandalkan ekosistem Grup Emtek, Grab, hingga Singtel.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan munculnya bank digital baru itu akan membuat persaingan di industri bank digital semakin ketat. Bank-bank digital baru itu harus siap bersaing dengan bank-bank digital lain seperti Bank Jago hingga Seabank.

"Mereka masih akan berdarah-darah dan bakar-bakar uang untuk bisa menarik nasabah baru baik dari sisi funding maupun lending," katanya kepada Bisnis.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper