Bisnis.com, YOGYAKARTA -- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank mendorong pelaku usaha memanfaatkan kredit program milik perusahaan dengan bunga maksimal 6%. Besaran bunga maksimal ini setara dengan program kredit usaha rakyat (KUR) yang juga akan berlanjut pada 2024 mendatang.
Kepala Divisi Penugasan Khusus Ekspor LPEI Wahyu Bagus Yuliantok mengatakan kredit program seperti KUR ini disebut Program Penugasan Khusus Ekspor Usaha Kecil dan Menengah (PKE UKM). Plafon kredit yang disediakan hingga Rp15 miliar.
"Bunganya persis kayak KUR 6% dan belum naik sampai sekarang, baik itu debitur baru ataupun eksisting," ujarnya di Yogyakarta, Rabu (20/12/2023).
Pelaku usaha yang berhak dengan kredit ini adalah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan produk berorientasi ekspor.
“Pelaku usaha yang menjadi sasaran program ini adalah UKM yang berorientasi ekspor baik direct maupun indirect. Kita sendiri menyasar tiga aspek utama, pelaku usaha, produk, dan aspek pasar,” ujarnya.
Menurutnya, program PKE UKM yang dibuat Kementerian Keuangan sejak Covid-19 menjadi program berkelanjutan. Dengan bunga kredit murah seperti KUR, persoalan hambatan pembiayaan yang dihadapi pelaku usaha UKM dari perbankan komersial dapat teratasi.
Baca Juga
Dia juga menekankan, pinjaman bunga murah ini juga tidak mengutamakan kolateral alias agunan. Untuk UKM, hanya dipersyaratkan 30% dari limit kredit.
“Contoh limit [kebutuhan kredit] Rp10 miliar, jadi mereka cukup punya kolateral Rp3 miliar. Rata-rata pabriknya [jadi agunan], kalau enggak cukup, ya di kombinasikan dengan rumah pribadi ataupun mesin. Kalau [kredit komersial] perbankan [agunan dipersyaratkan] rata-rata 100% ke atas. Ini menjadi salah satu daya saing yang diberikan produk ini,” ungkapnya.
Wahyu menyebutkan nasabah dapat mengakses kredit bunga murah seperti KUR ini di kantor cabang LPEI yang tersebar di Medan, Jakarta, Batam, Solo, Balikpapan, Surabaya, Denpasar sampai ke Makassar. Selanjutnya bagi nasabah di luar area kerja cabang LPEI, program ini dapat diakses melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD), seperti BJBR dan Bank Jatim.
“Kita ketahui bahwa BPD itu menyalurkan KUR. KUR itu kan disalurkan kepada pelaku usaha yang saya yakin juga ada yang menjadi supplier dari eksportir atau bahkan eksportir langsung. Mungkin, sizenya belum besar. Tapi, setelah diberikan KUR akan menjadi lebih besar, dan ini menjadi target kita,” ungkapnya.
Sedangkan ke depan, bagi UMKM berorientasi ekspor tengah disiapkan saluran pengajuan secara digital.
Syarat Pemberian Kredit Seperti KUR dari LPEI
Bagus menuturkan ada sejumlah syarat agar UKM bisa mendapatkan pembiayaan baik modal kerja dan investasi untuk usahanya.
Pertama, pelaku UKM harus sudah establish untuk ekspor, di mana minimal 2 tahun terus melakukan ekspor serta dilengkapi dengan bankability yang baik.
“Jadi kita cek juga melalui skoring di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Untuk limit kita lihat dari kapasitas. Kalau limitnya Rp15 miliar, maka kita lihat omzetnya lebih dari itu,” ungkapnya.
Lalu, LPEI juga melakukan kajian soal prospek usaha ke depan, melakukan evaluasi internal soal siklus usaha, sembari memerika laporan keuangan pelaku UKM dalam tiga tahun terakhir.
“Dalam memproyeksikan ini, kita juga meminta mereka [pelaku UKM] untuk menyampaikan kontrak bisnis yang selama ini masih diajalankan dan akan dijalankan. Dari sini kita lihat kebutuhannya, kita hitung baru berikan limit,” tutur Bagus.
Kedua, langkah yang diambil LPEI adalah 'background checking'. Di mana, LPEI bakal berkomunikasi dengan asosiasi soal pandangan tentang reputasi dan kredibilitas UKM dalam industri serta menghubungi buyers hingga suppliers guna untuk memahami hubungan bisnis, riwayat pembayaran hingga kepuasan pelanggan.
“Dengan demikian, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) kita dalam program ini zero NPL,” tuturnya.
Adapun, program PKE UKM yang telah memasuki tahun ketiga sejak dibentuk saat Covid-19 telah menyalurkan pembiayaan hampir Rp1 triliun untuk 200 pelaku usaha kecil.
Sebagaimana diketahui, beberapa pekan lalu Presiden Joko Widodo sempat menitipkan mandat agar sektor keuangan turut membantu Usaha Kecil Menengah untuk bisa menguasai pasar global, selain pasar lokal.
Saat ini, jumlah UMKM Indonesia yang masuk ke pasar ekspor baru di kisaran 15,7%. Angka ini masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga macam Singapura (41%) hingga Thailand (29%).
"Ini menjadi pekerjaan besar kita, dan selalu saya dorong itu berkaitan dengan pembiayaan. Pembiayaan UMKM harus dipermudah. Tidak hanya lihat agunan, tapi juga prospek bisnisnya," ungkapnya.