Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Kecil hingga Besar Berkelit dari Penyusutan NIM saat BI Rate Tertahan 6,25%

Bank kecil, menengah hingga jumbo terus berupaya mengelola rasio margin bunga bersih di level yang optimal di tengah tren suku bunga BI yang masih tinggi.
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). / Bisnis-Himawan L Nugraha
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Bank kecil, menengah hingga jumbo terus berupaya mengelola rasio margin bunga bersih (net interest margin/NIM) di level yang optimal di tengah tren suku bunga BI yang masih tinggi. 

Adapun, hal yang membuat sejumlah perbankan didera penyusutan margin bunga bersih lantaran kenaikan biaya dana akibat perebutan dana murah di pasar tidak serta merta diikuti peningkatan bunga kredit yang dimiliki. Alasannya, demi terhindar dari pembengkakan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tercatat NIM perbankan per Juni berada di level 4,57%. Capaian tersebut lebih rendah dari Juni 2023 di level 4,80% dan posisi Desember 2023 di level 4,81%

Head of Research LPPI Trioksa Siahaan berpendapat bahwa pemulihan NIM akan sangat bergantung pada faktor-faktor eksternal seperti daya beli masyarakat, tingkat likuiditas bank hingga tingkat bunga yang terkendali. 

Dirinya pun tak bisa menjamin sepenuhnya bahwa NIM akan membaik pada kuartal IV/2024 meski Federal Reserve alias The Fed telah memberikan sinyal yang benderang akan pemangkasan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) pada September 2024. 

"Sinyal belum tentu akan kejadian, karena tensi geopolitik yang memanas bisa menunda kembali penurunan suku bunga," ujar Trioksa kepada Bisnis, Senin (29/8/2024). 

Adapun, NIM akan otomatis membaik ketika suku bunga menurun dan kondisi likuiditas memadai, sehingga biaya dana bisa ditekan.

Di sisi lain, Analis Maybank Sekuritas Indonesia Jeffrosenberg Chenlim dan Faiq Asad jugamengatakan tekanan pada NIM kemungkinan akan tetap ada, karena suku bunga diperkirakan akan tetap tinggi. 

Mereka meyakini bank-bank besar akan lebih baik dalam skenario ini karena mereka memiliki funding franchise yang lebih baik, sehingga menghasilkan komposisi pendanaan berbiaya lebih rendah.

"Hal ini akan menghasilkan margin yang lebih tangguh oleh bank-bank besar dibandingkan dengan bank-bank kecil," ungkapnya.

Bank Oke (DNAR)

Melihat tanda bahwa bank kecil kian tertekan membuat PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) menyiapkan ancang-ancang guna menjaga NIM di level yang aman. Adapun, target NIM Bank Oke hingga akhir tahun bisa di atas 5% akan tetapi dibawah 6%.

Untuk diketahui, margin bunga bersih atau NIM Bank Oke memang susut dari 5,74% per Juni 2023 menjadi 5,58% per Juni 2024. 

Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah pun menuturkan bahwa perseroan terus menjaga spread antara bunga yang diterima dari pinjaman dan bunga yang dibayar pada simpanan. 

Selain itu, Bank Oke juga berupaya mengembangkan portofolio pinjaman yang beragam untuk mengurangi risiko dan meningkatkan pendapatan bunga, misalnya pinjaman konsumer hingga korporasi. 

"Bank juga menerapkan praktik manajemen risiko yang baik untuk meminimalkan kerugian dari pinjaman yang tidak lancar atau gagal bayar, sehingga memastikan pendapatan bunga tetap stabil," ujar Efdinal kepada Bisnis, Kamis (29/8/2024). 

Terakhir, kata dia, bank melakukan inovasi produk  dengan menawarkan produk dan layanan baru yang dapat meningkatkan pendapatan bunga atau menarik nasabah baru, seperti produk pinjaman dengan bunga yang menarik atau produk tabungan yang lebih kompetitif.

Bank BJB (BJBR)

Sementara itu Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) atau Bank BJB sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah atau Asbanda Yuddy Renaldi mengatakan dalam beberapa waktu terakhir, perbankan harus menyesuaikan dengan kondisi pasar yang mendorong margin bank menipis. Meski demikian, pergerakan NIM sendiri tergantung arah kebijakan suku bunga.

Menurutnya, hal ini perlu dilihat dari kedua sisi baik dari sisi pendanaan maupun sisi penyaluran dalam bentuk kredit. 

Di mana, sisi pendanaan lebih sensitif terhadap perubahan suku bunga dibandingkan kredit karena perlu memperhatikan kemampuan bayar debitur apabila terjadi peningkatan. 

Berdasarkan laporan keuangan, BJBR mencatatkan NIM di level 3,91% per Juni 2024, turun 92 basis poin (bps) dari periode yang sama tahun lalu 4,83% per Juni 2023. 

"Dari sisi pendanaan, kami terus mengevaluasi struktur dana yang ada agar tetap lean, efisien tidak memberikan tekanan cost of fund berlebih dengan komposisi CASA yang berimbang, termasuk timing dalam penerbitan surat berharga," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (29/8/2024).

Sampai dengan dengan tahun ini, BJB berharap NIM akan berangsur kembali naik sejalan dengan ekspektasi suku bunga yang akan gradual turun mengikuti suku bunga global.

Lebih lanjut, dia menyampaikan untuk mengimbangi kondisi tersebut dapat dilakukan melalui beberapa strategi. 

Pertama, komposisi kredit yang disesuaikan dengan meningkatkan porsi pada segmen yang memberikan margin lebih besar dari target pertumbuhan keseluruhan. 

Kedua, masuk pada sektor yang memiliki risiko rendah dan mengutamakan nasabah top tier untuk meminimalisir NPL, juga mengoptimalkan sumber-sumer pendapatan lain seperti fee based income dan recovery untuk menambah nilai secara bottom line.

BRI (BBRI)

Tak hanya dari kalangan menengah dan kecil, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) juga merasa beruntung masih memiliki dana murah (CASA) yang rasionya mencapai 63,2% per Juni 2024. 

Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu Retno mengatakan hal inilah yang membantu mempertahankan NIM meski ada slowing down pertumbuhan di segmen mikro akibat beberapa kebijakan. 

"Biaya yang kami keluarkan untuk dana murah itu sebenarnya rata-rata hanya sebesar 1,52%, karena hampir 60% dari CASA kami itu adalah tabungan yang kurang lebih beban bunganya itu di rata-rata kurang dari 0,3%," ujar Dyah dalam Public Expose Live, Kamis (29/8/2024).

Ke depan, kata Viviana, perseroan akan terus berhati-hati dengan pergerakan biaya dana alias cost of fund termasuk memonitor perkembangan soal rencana penurunan suku bunga.

Sebelumnya, Direktur Utama BRI Sunarso membenarkan bahwa komposisi kredit mikro BRI mencatatkan porsi 46,6% dari total kredit per semester I/2024, menurun dari 48,1% pada semester I/2023. 

"[Turun] hampir 150 basis poin, karena untuk segmen mikro saat ini kami fokus pada penagihan dan memprioritaskan agar kualitas asetnya yang artinya dalam keadaan lancar," ujarnya.

Kemudian, soal capaian pinjaman mikro bank only pun tumbuh terbatas menjadi 5,7% (year-on-year/YoY) per Juni 2024, melambat dibanding tahun lalu yang mampu tumbuh 10,4%, hal ini terjadi karena demand yang melemah dan manajemen fokus pada kualitas aset dan recovery.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper