Sementara itu, Analis senior bidang Perasuransian Irvan Rahardjo mengatakan jika utang yang dihapus adalah kredit macet, maka tidak akan menimbulkan klaim asuransi kredit. Namun, hal itu bisa berdampak dari sisi pendapatan industri asuransi, walaupun dampaknya minor.
"Yang mungkin terdampak dari sisi subrogasinya, tapi karena kecil dampaknya juga kecil. Jadi tidak perlu adanya strategi pencadangan khusus," kata Irvan.
Merunut beberapa tahun ke belakang, Irvan menjelaskan penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) mulai dilaksanakan oleh dua perusanaan anggota Holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi (Indonesia Financial Group/IFG), PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) pada akhir 2007,
Dua tahun berselang, pada 2009 hingga 2010 Irvan menjelaskan saat itu terjadi klaim besar-besaran terutama dari Bank BRI. Namun, kondisi di saat itu tidak sampai mengganggu keuangan Askrindo karena suntikan modal dari negara berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) khusus untuk penjaminan kredit.
Setelah kondisi itu normal, Irvan menjekaskan pada era pasca pandemi Covid-19 klaim asuransi kredit kembali meningkat, tetapi tetap terkendali karena terlindungi penjaminan dari perusahaan-perusahaan milik negara.
Dengan adanya ekspektasi pasar bahwa kebijakan hapus utang enam juta petani dan nelayan bisa menjadi preseden kebijakan di masa yang akan datang, Irvan menilai perlu ada kebijakan penjaminan kredit yang khusus menyasar dua segmen terebut.
"Sekiranya di masa yang akan datang diarahkan untuk meng-cover kredit usaha tani, kiranya akan di-cover via penjaminan kredit yang dana penjaminannya disiapkan pemerintah," pungkasnya.