Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 telah membayarkan klaim sebesar Rp360,12 miliar hingga akhir November 2024. Hal tersebut berdasarkan laporan perkembangan pelaksanaan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) per akhir bulan November 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono merinci pembayaran tersebut meliputi asuransi perorangan sebesar Rp265,98 miliar untuk 86.996 polis.
"Dan asuransi kumpulan sebesar Rp94,14 miliar untuk 81 pemegang polis atau 7.940 peserta," kata Ogi dalam jawaban tertulis, dikutip pada Rabu (18/12/2024).
AJB Bumiputera mengalami kasus gagal bayar klaim yang berdampak pada ribuan pemegang polis. Sebagai solusi, perusahaan menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang disetujui OJK pada Juli 2024.
RPK tersebut mencakup langkah-langkah strategis untuk memulihkan kondisi keuangan perusahaan. Pertama pembayaran klaim tertunda secara bertahap dengan pemotongan nilai manfaat (PNM). Kebijakan ini diambil sebagai jalan tengah untuk memastikan pembayaran klaim tetap berjalan. Menurut OJK, langkah tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas keuangan perusahaan, meskipun membutuhkan waktu karena sebagian besar aset AJB Bumiputera berupa tanah dan bangunan yang harus dilepas terlebih dahulu.
AJB Bumiputera menargetkan penyelesaian klaim tertunggak dapat selesai sebelum 2025. Selain itu, perusahaan terus berupaya meningkatkan efisiensi operasional dan melepas aset yang tidak produktif guna mempercepat pembayaran klaim kepada pemegang polis.
Baca Juga
Kedua, perusahaan berencana mengonversi aset tetap menjadi aset finansial yang lebih likuid untuk meningkatkan likuiditas dan solvabilitas. Realisasi hingga saat ini mencapai Rp181 miliar. Ketiga, penjualan premi baru, di mana AJB Bumiputera telah menjual premi baru dengan pertanggungan mencapai Rp285,3 miliar. Namun, angka ini belum mencapai target yang ditetapkan dalam RPK.
Keempat, perusahaan tengah menjalankan rencana reorganisasi dan rasionalisasi SDM untuk meningkatkan efisiensi operasional. Saat ini, prosesnya masih dalam tahap penyiapan perangkat kebijakan dan peraturan.