Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dalam perkara pailit yang menimpa perusahaan sejak akhir Oktober 2024 lalu. Dengan penetapan ini, status pailit Sritex telah memperoleh kekuatan hukum tetap alias inkrah.
Putusan kasasi Sritex dibacakan langsung Ketua Majelis Hakim Agung Hamdi pada hari Rabu (18/12/2024). “Tolak,” demikian keterangan yang dikutip dari laman resmi MA, Kamis (19/12/2024).
Pemohonan kasasi adalah SRIL dan tiga entitas anak usahanya antara lain, PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Sinar Pantja Djaja yang ditetapkan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) pada Pengadilan Niaga Semarang dalam putusan perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Sementara itu, tim kurator telah mengumumkan daftar harta dan tagihan sementara dari perkara kepailitan Sritex dan entitas afiliasinya itu. Total utang yang diajukan mencapai Rp32,63 triliun per 13 Desember 2024.
Tercatat utang tanpa jaminan dari kreditor konkruen diajukan paling besar. Totalnya mencapai Rp24,73 triliun. Sedangkan utang berjaminan alias kreditor separatis mencapai Rp7,2 triliun. Sedangkan sisanya berasal dari kreditor preferen seperti kantor pajak dan karyawan.
Baca Juga
Dalam daftar sementara kreditor tanpa jaminan yang dirilis tim kurator per 13 Desember 2024, Citicorp Investment Bank (Singapore) Limited menjadi penagih terbesar dengan klaim sebesar Rp4,43 triliun yang terdiri dari pokok Rp3,47 triliun, bunga Rp950 miliar, dan sisanya denda.
Selanjutnya, ada Bank Negara Indonesia (BBNI) yang mengajukan Rp2,99 triliun, terdiri dari pokok Rp2,7 triliun, bunga Rp293 miliar, dan sisanya adalah denda serta penalti. Tagihan tanpa jaminan lainnya berasal dari PT Bank Central Asia (BCA) sebesar Rp1,41 triliun.
Pinjaman jumbo berikutnya diberikan oleh Citibank N.A Jakarta Branch dengan tagihan Rp1,92 triliun dengan pokok utangnya mencapai Rp952 miliar. Sedangkan utang tanpa jaminan terbesar ke-5 berasal dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank) dengan tagihan yang diajukan Rp1,13 triliun.
Tagihan ini sendiri masih bersifat sementara. Kurator akan melakukan pencocokan utang dengan buku milik perusahaan. Selanjutnya, hakim akan mengesahkan utang yang diakui untuk dibayarkan berdasarkan aset yang dimiliki.
Berikut 15 Pemberi Pinjaman Tanpa Jaminan Terbesar kepada Sritex dan Afiliasinya:
- Citicorp Investment Bank (Singapore) Limited: Rp4,43 triliun
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI): Rp2,99 triliun
- PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA): Rp1,41 triliun
- Citibank N.A. Jakarta Branch: Rp1,92 triliun
- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI/Indonesia Eximbank): Rp1,13 triliun
- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI): Rp960,22 miliar
- PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW): Rp868,14 miliar
- PT Bank DBS Indonesia: Rp794,65 miliar
- PT Bank Mizuho Indonesia: Rp692,2 miliar
- State Bank of India, Singapore Branch: Rp679,8 miliar
- PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR): Rp661 miliar
- ASM Connaught House General Partner III Limited: Rp643,91 miliar
- PT Sari Warna Asli Textile Industri: Rp602,26 miliar
- Great Phoenix International Pte Ltd: Rp561,16 miliar
- PT Bank Muamalat Indonesia Tbk: Rp486,76 miliar
UU Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa dalam putusan pengadilan suatu debitur dinyatakan pailit, maka harus diangkat kurator dan seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan. Pemberesan harta pailit bisa dilakukan oleh kurator sejak tanggal putusan diucapkan, meskipun ada upaya hukum dalam bentuk kasasi atau peninjauan kembali (PK).
Pada Pasal 91, UU mengatur bahwa semua penetapan mengenai pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit ditetapkan oleh pengadilan dalam tingkat terakhir kecuali UU menentukan lain.
Setelah upaya penjualan harta pailit dilakukan, kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian. Hakim pengawas harus dimintai persetujuan atas daftar pembagian yang memuat rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk upah kurator, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang, serta bagian yang wajib diterimakan kepada kreditur.
Pada Pasal 189 ayat (4), pembayaran kepada kreditur meliputi:
"(a) yang mempunyai hak yang diistimewakan termasuk di dalamnya hak istimewanya yang dibantah; dan
(b) pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Sejauh mereka tidak dibayar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pembayaran dapat dilakukan dari hasil penjualan benda yang mempunyai hak istimewa atau diagunkan kepada mereka."
"Dalam hal hasil penjualan benda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mencukupi untuk membayar seluruh piutang kreditur yang didahulukan maka untuk kekurangannya mereka berkedudukan sebagai kreditur konkuren," demikian bunyi Pasal 189 ayat (5).
Untuk diketahui, daftar pembagian hasil penjualan harta pailit itu wajib disediakan di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat pihak kreditur selama tenggang waktu yang ditetapkan. Kreditur bisa mengajukan perlawanan terhadap daftar pembagian dimaksud.
Setelah berakhirnya upaya perlawanan dengan diucapkannya putusan di pengadilan, kurator wajib segera membayar pembagian yang sudah ditetapkan.
"Segera setelah kepada kreditur yang telah dicocokkan, dibayarkan jumlah penuh piutang mereka, atau segera setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat maka berakhirlah kepailitan, dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203," demikian bunyi Pasal 202 ayat (1).