Perintah Tertulis
Terkait POJK Nomor 31 Tahun 2024 merupakan harmonisasi ketentuan mengenai kewenangan OJK dalam memberikan perintah tertulis yang berlaku secara OJK wide dengan mengedepankan penyusunan ketentuan secara principle based, serta penyelarasan dan pengkinian dengan UU P2SK.
Ismail mengatakan penerbitan POJK perintah tertulis ini ditujukan untuk memperkuat fungsi pengawasan terhadap sektor jasa keuangan, secara presidensial maupun perilaku pasar (market conduct), sehingga seluruh kegiatan di dalam SJK terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel dalam mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mendukung perlindungan konsumen dan masyarakat.
Peraturan ini diterbitkan terutama untuk menindaklanjuti amanat Pasal 8A Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK sebagaimana telah diubah dengan UU P2SK (UU OJK) yang memberikan mandat untuk mengatur kewenangan OJK dalam pemberian Perintah Tertulis kepada LJK untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan atau konversi (P3IK).
Ismail menjelaskan bahwa POJK ini mengatur tata cara pemberian perintah tertulis kepada LJK dan atau pihak tertentu, dengan pokok perubahan antara lain penambahan ketentuan perintah P3IK sesuai Pasal 8A UU OJK.
Kedua, penyelarasan ketentuan terkait pengawasan market conduct (EPK) dalam pemberian perintah atau tindakan tertentu sesuai Pasal 244 UU P2SK.
Serta pencabutan atas tiga POJK yaitu POJK Nomor 18 Tahun 2022 tentang Perintah Tertulis, POJK No. 18 /POJK.03/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan Bank dan POJK No. 40 /POJK.05/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan LJK Nonbank.
Baca Juga
“Adapun, ketentuan pelaksana dari ketiga POJK tersebut di atas masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam POJK ini,” tandas Ismail.