Bisnis.com, JAKARTA – Hasil investasi asuransi jiwa pada periode 2024 mencatatkan rapor merah dibandingkan industri asuransi umum. Pada periode tersebut, hasil investasi industri asuransi jiwa mengalami kontraksi dua digit, ketika di saat yang sama asuransi umum mencatatkan pertumbuhan positif.
Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Fauzi Arfan mengatakan salah satu faktor pembeda di kedua industri tersebut adalah pada asuransi jiwa memiliki portofolio saham yang lebih banyak, meskipun secara keseluruhan portofolionya tidak jauh berbeda.
"Berdasarkan data kinerja industri asuransi jiwa full year 2024, total hasil investasi industri asuransi jiwa tercatat sebesar Rp23,91 triliun, mengalami penurunan 24,8% dibandingkan tahun 2023. Sementara itu, industri asuransi umum mencatat kenaikan hasil investasi sebesar 19,8% menjadi Rp7,43 triliun, meskipun memiliki komposisi penempatan investasi yang relatif serupa," kata Fauzi kepada Bisnis, Kamis (6/3/20205).
Fauzi merinci, portofolio investasi industri asuransi jiwa sepanjang 2024 terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) yakni 37,9% dari total investasi atau Rp205,03 triliun. Kemudian saham dengan porsi 24,7% dari total investasi atau Rp133,99 triliun.
Lalu, reksadana dengan porsi 12,9% dari total investasi atau Rp69,68 triliun. Disusul berikutnya berturut-turut adalah penempatan pada sukuk korporasi dengan porsi 8,8% dari total investasi atau Rp47,57 triliun dan penempatan di deposito dengan porsi 6,1% dari total investasi atau Rp32,85 triliun.
Secara umum, jelas Fauzi, penurunan hasil investasi asuransi jiwa ini dipengaruhi oleh fluktuasi pasar modal yang disebabkan oleh sentimen global dan kebijakan ekonomi internasional.
"Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi ini antara lain volatilitas di pasar saham yang mempengaruhi imbal hasil investasi, terutama bagi perusahaan asuransi jiwa yang memiliki eksposur lebih besar pada instrumen saham dan reksa dana," terangnya.
Sebagai pembanding, pada industri asuransi umum portofolio investasi di saham pada periode 2024 hanya mencapai Rp5,04 triliun, bahkan turun 4,6% YoY. Apabila di asuransi jiwa penempatan saham terbesar kedua, di asuransi umum penempatan saham menjadi urutan keenam terbesar.
Fauzi melanjutkan, faktor lainnya yang mempengaruhi kondisi pasar modal adalah ketidakpastian kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) yang cenderung lebih berhati-hati dalam menurunkan suku bunga, sehingga mempengaruhi aliran dana ke pasar negara berkembang.
Terakhir, adalah faktor dinamika kebijakan ekonomi global termasuk potensi kebijakan proteksionisme yang berdampak pada pasar modal di Indonesia.
Meskipun menghadapi tantangan ini, Fauzi memastikan industri asuransi jiwa tetap memiliki strategi untuk menjaga stabilitas investasi melalui diversifikasi portofolio, penguatan manajemen risiko, serta optimalisasi investasi pada instrumen yang lebih stabil seperti SBN dan sukuk korporasi.
"Dengan strategi yang tepat, industri asuransi jiwa optimis dapat terus menjaga pertumbuhan investasi yang berkelanjutan dan memberikan perlindungan finansial yang optimal bagi masyarakat," pungkasnya.