Bisnis.com, JAKARTA – Wacana penerapan asuransi dalam program makan bergizi gratis (MBG) mendapat kritik karena dikhawatirkan semakin membenani APBN. Bahkan, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) meminta wacana asuransi MBG dibatalkan.
Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengatakan pandangan penolakan tersebut memang valid, terutama jika pendekatan premi dilakukan secara konvensional dengan model perlindungan menyeluruh dan biaya klaim yang tinggi.
"Namun, kritik tersebut juga membuka ruang untuk memperkenalkan pendekatan baru yang lebih efisien dan kontekstual seperti asuransi mikro berbasis santunan dan parametrik," kata Wahyudin kepada Bisnis, Rabu (14/5/2025).
Wahyudin menjelaskan, dalam skema asuransi mikro memungkinkan premi dapat dipatok di bawah Rp500, sedangkan manfaat santunan bisa dibuat lebih kecil misalnya sebesar Rp1 juta hingga Rp2,5 juta per orang.
Sementara itu, melalui konsep asurasi parametrik dalam program MBG, Wahyudin menilai hal itu dapat meminimalisir biaya operasional sekaligus mempercepat proses klaim atas risiko yang terjadi.
"Misalnya jika terjadi insiden keracunan massal di suatu wilayah, maka klaim dibayarkan otomatis tanpa investigasi kasus per kasus. Ini meminimalkan biaya operasional dan mempercepat respons," ujarnya.
Baca Juga
Selain itu, solusi lainnya adalah premi yang dikenakan dalam asuransi MBG terbatas hanya untuk perlindungan pada risiko besar atau berdampak sistemik seperti keracunan massal atau kematian akibat kecelakaan makanan.
"Selanjutnya juga bisa dilakukan kemitraan dengan sektor swasta, misalnya perusahaan makanan penyedia MBG diwajibkan ikut menanggung sebagian premi atau shared risk model," pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur CELIOS Bhima Yudhistira menilai pendekatan asuransi MBG tidak sesuai dengan semangat program sebagai bantuan sosial dan justru berpotensi membebani anggaran serta mengurangi manfaat yang diterima siswa.
“Asuransi MBG tidak diperlukan karena bisa menambah beban anggaran pemerintah dari sisi premi. Saya khawatir manfaat MBG yang diterima oleh siswa berkurang karena ada tambahan premi asuransi,” kata Bhima.
Bhima menekankan bahwa prioritas utama pemerintah seharusnya adalah menjamin penerima manfaat tidak keracunan. Dia mengingatkan bahwa aspek pengawasan makanan sudah menjadi tanggung jawab negara dan didanai oleh APBN.
Melihat potensi dampak negatif terhadap efektivitas dan tujuan program MBG, Bhima secara tegas meminta agar rencana kerja sama dengan perusahaan asuransi dalam skema MBG dibatalkan. “Oleh karena itu, wacana ini harus ditolak,” tandasnya.