Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melihat banyaknya kejadian bencana alam banjir dan kasus kecelakaan yang terjadi akhir-akhir ini menjadi sinyal pentingnya perlindungan asuransi.
Ketua Umum AAUI Budi Herawan mengatakan besarnya potensi risiko tersebut menjadi prospek positif bagi industri asuransi umum untuk hadir memberikan proteksi melalui produk asuransi perjalanan dan asuransi bencana alam.
"Asuransi perjalanan berpotensi meningkat terutama untuk segmen domestik yang makin sadar akan pentingnya perlindungan saat bepergian, baik dari risiko kecelakaan, keterlambatan perjalanan, hingga evakuasi darurat. Sementara itu, untuk asuransi bencana alam permintaannya diproyeksikan naik khususnya dari korporasi, sektor properti dan pemerintah daerah, seiring meningkatnya kesadaran akan risiko bencana yang berulang," kata Budi kepada Bisnis, Kamis (10/7/2025).
Budi mengatakan inisiatif pemerintah untuk mengembangkan produk asuransi parameterik bancana alam juga menjadi peluang. Saat ini, pemerintah sedang membahas konsorsium perasuransian untuk menyediakan produk asuransi parametrik bencana alam dan ditargetkan program ini bisa dimulai pada 2026. Dia menjelaskan besarnya risiko yang ditimbulkan dari kecelakaan dan bencana alam tidak hanya menjadi katalis pertumbuhan asuransi perjalanan dan bencana alam. Beberapa lini bisnis asuransi umum lainnya juga bisa menjadi solusi proteksi bagi risiko-risiko turunan yang ditimbulkan dari kecelakan dan bencana alam.
"Misalnya asuransi kendaraan bermotor karena meningkatnya klaim atas kecelakaan dan kerusakan akibat banjir. Kemudian asuransi properti seperti kebakaran dan harta benda yang terdampak oleh bencana seperti banjir dan gempa. Selain itu ada asuransi pengangkutan (marine cargo) karena keterlambatan, kerusakan barang atau gangguan jalur distribusi bisa terjadi akibat bencana. Atau asuransi kecelakaan diri dan asuransi perjalanan," ujarnya.
Merujuk data AAUI dalam kuartal I/2025, premi asuransi kendaraan terkoreksi 5,3% year on year (YoY) menjadi Rp5,24 triliun. Sementara premi asuransi properti kontraksi 14,1% YoY menjadi Rp7,80 triliun. Sedangkan, premi asuransi kecelakaan diri tumbuh 54,9% YoY menjadi 1,14 triliun dan premi asuransi marine cargo tumbuh 0,5% YoY menjadi Rp1,71 triliun.
Baca Juga
Dalam tiga bulan pertama 2025 ini, total premi asuransi umum hanya tumbuh 0,3% YoY menjadi Rp30,53 triliun. Pertumbuhan yang kecil ini disebabkan beberapa lini bisnis utama asuransi umum seperti asuransi properti dan asuransi kendaraan yang mencatat koreksi.
Meskipun ada potensi pertumbuhan pada lini-lini bisnis asuransi yang dia sebutkan tadi, Budi menegaskan hal itu akan sangat tergantung oleh beragam kondisi.
"Kenaikan klaim dari lini-lini tersebut akan sangat tergantung pada sebaran lokasi tertanggung, nilai pertanggungan dan jenis polis all risk atau named peril," tegasnya.
Sejalan dengan kesadaran masyarakat akan risiko yang meningkat memang berpotensi menjadi suntikan signifikan bagi industri asuransi, namun di sisi lain klaim dibayar juga berpeluang melesat sejalan dengan kasus yang terjadi.
Untuk itu, Budi mengatakan perusahaan asuransi umum memiliki berbagai mekanisme manajemen risiko dan teknik aktuaria untuk menjaga keseimbangan antara premi dan klaim.
Mekanisme menejemen risiko tersebut antara lain adalah penetapan premi berbasis analisis risiko (risk-based pricing) dan historical loss data, kemudian diversifikasi portofolio risiko baik secara geografi, sektor bisnis maupun produk.
Selain itu, perusahaan asuransi umum juga bisa berbagi risiko dengan perusahaan reasuransi terutama untuk risiko bencana alam. Selanjutnya, asuransi umum juga menerapkan underwriting yang ketat dan selektif terhadap objek pertanggungan berisiko tinggi. Pengembangan produk inovatif seperti asuransi parametrik juga dapat memberikan kepastian pembayaran klaim berbasis parameter yang terukur dan mempercepat proses pembayaran.
"AAUI juga mendorong peningkatan literasi dan edukasi agar masyarakat dan pelaku usaha lebih siap dan terlindungi dalam menghadapi risiko yang semakin kompleks akibat perubahan iklim dan mobilitas tinggi masyarakat," pungkasnya.