Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU BPJS Digugat ke MK, Akankah Batal Diberlakukan?

Sejumlah elemen masyarakat menggugat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi. Dua perusahaan pemberi kerja, dua perusahaan asuransi dan dua warga mengajukan gugatan uji materi terhadap UU BPJS itu ke MK.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah elemen masyarakat menggugat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi.

Dua perusahaan pemberi kerja, dua perusahaan asuransi dan dua warga mengajukan gugatan uji materi terhadap UU BPJS itu ke MK.

Dalam sidang ke-6 di MK pekan ini, pemohon menghadirkan dua saksi ahli yakni Yaslis Elyias (Ahli Kesehatan Masyarakat, Asuransi Kesehatan dan SDM dari Universitas Indonesia) dan Hestu Cipto Handoyo (Ahli Perundang-undangan dan HAM).

Majelis hakim MK dipimpin langsung oleh Ketua MK Arief Hidayat.

Yaslis Elyias mengemukakan di negara lain tidak ada lembaga penjamin kesehatan yang bersifat tunggal, sentralistik, dan jumlah kepersertaan yang luar biasa banyaknya seperti BPJS.  

Bila diteruskan, program BPJS diprediksi oleh Elyias akan merekrut 250 juta orang. Dengan jumlah yang sangat besar tersebut serta potensi yang sedemikian luar biasa, paparnya, perlu kehati-hatian dalam menyikap keberadaan BPJS.

Terlebih, wilayah Indonesia sangat luas dengan masyarakat yang heterogen sehingga beban kerja untuk melayani masyarakat yang hendak menggunakan fasilitas jaminan kesehatan juga akan sangat berat.

Dengan kondisi demikian, Elyias memprediksi akan terdapat  sekitar 800 juta hingga 1 Miliar kunjungan rawat jalan per tahunnya di Indonesia dengan menggunakan fasilitas BPJS.  

“Apakah mungkin dengan PPK yang terbatas, jumlah puskesmas yang terbatas, rumah sakit yang terbatas akan mampu melayani? Ada 200 kunjungan spesialis, mana mungkin bisa dikerjakan seperti ini kalau distribusi dokter spesialis sangat terbatas hanya di kota-kota besar,” ujar Elyias khawatir.

Kondisi Darurat

Menurutnya, beban kerja BPJS Kesehatan akan luar biasa beratnya sehingga menimbulkan kondisi darurat.  "Oleh karena itu, sifat tunggal BPJS selaku penyedia jasa penyelenggara jaminan kesehatan perlu dipikirkan kembali".

Ilyias juga menyampaikan kondisi kepesertaan yang diatur dlam Permenkes Nomor 28 Tahun 2004. Dalam Permenkes tersebut, bayi baru lahir kepesertaannya harus didaftarkan selambat-lambatnya 3x24 jam.

Menurut Ilyias aturan tersebut justru menyengsarakan rakyat, alih-alih memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi rakyat. Sebab, regulator saat membentuk peraturan tersebut tidak mendasarkan pada fakta di lapangan.

Contohnya saja, untuk pengurusan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bayi yang baru lahir memerlukan waktu dua minggu. Bila bayi yang baru dilahirkan mengalami  kondisi kesehatan yang buruk dan membutuhkan pelayanan kesehatan yang segera dan gawat darurat saat itu juga, BPJS tidak akan memberikan perlindungan apa-apa karena belum terdaftar. “Apakah akan dibiarkan menjemput maut di depan para ahli kesehatan?” tanya Ilyias retoris.

Langgar Konstitusi

Sementara itu, Hestu Cipto Handoyo menyampaikan UU BPJS mengandung kerancuan dalam perspektif HAM. Dalam pembukaan UUD 1945, tepatnya pada alinea keempat ditegaskan bahwa pemerintahan negara yang melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

"Aliena tersebut menegaskan bahwa negara adalah pelayan masyarakat (public service) dalam rangka menciptakan kesejahteraan umum dengan cara mengembangkan jaminan sosial".

Dengan kata lain, jaminan sosial secara nyata dijamin oleh Konstitusi. Maka sudah seharusnya sesuai Pasal 28I ayat (4) UUD 1945, perlindungan, pengajuan penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.

Dengan demikian, katanya, UU  BPJS yang secara substantif merumuskan berbagai ketentuan yang mempergunakan frasa “wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta BPJS” telah melanggar Konstitusi.

Handoyo juga menyampaikan ada ketidaksesuaian ketentuan wajib daftar BPJS dalam dua pasal, yaitu Pasal Pasal 4 huruf g dan Pasal 15 ayat (1) UU BPJS. Pasal 4 hurf g menyatakan kepesertaan bersifat wajib. Namun, Pasal 15 makna wajib dipersempit menjadi wajib mendaftar kepada BPJS.

Prinsip yang demikian ini jelas telah membalikkan pemahaman jaminan sosial sebagai hak yang sifatnya opsional bagi pemegang hak untuk memilih pemenuhan hak atas jaminan sosialnya, menjadi kewajiban yang sifatnya memaksa.

"Jika tidak diindahkan (perintah wajib mendaftar) menimbulkan sanksi bagi yang melanggar. Cara pendekatan perumusan prinsip seperti ini jelas akan mematikan kebebasan para peserta termasuk badan penyelenggara  jaminan sosial yang sampai saat ini masih ada,” tegas Handoyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yusran Yunus
Editor : Yusran Yunus
Sumber : mahkamah konstitusi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper